5 Fakta Crash Pasar Kripto 11 Oktober 2025, Benrakah Dipicu Dalang Pemain Besar?

Volubit.id — Tanggal 11 Oktober 2025 tercatat sebagai salah satu hari terburuk sepanjang perjalana pasar aset digital. Sekitar $1 triliun market cap kripto lenyap seketika dan lebih dari 1,6 juta trader terkena dampaknyasetelah ancaman tarif 100% Trump terhadap China. Black swan event yang terakhir kali terjadi pada November 2022 dalam kejatuhan bursa bengal FTX, akhirnya kembali lagi di tengah kondisi pasar yang relatif bullish.

Crash tersebut membuat sentimen investor jatuh ke level fear setelah berbulan-bulan lebih sering berada di zona greed. Sebagian orang menyebut kejadian ini akan membawa market reset, sebagian lainnya khawatir longsor hara ini akan menjadi penanda bear market yang panjang dan melelahkan, membetot harga aset jauh lebih terpuruk ke bawah.

Belakangan, harga sebagian besar aset menunjukkan tren rebound tipis. Aksi harga ini memberi harapan baru di tengah situasi kekawathiran, meskipun masih jauh dari mamou untuk menghapus kecemasan pelaku pasar.

Terdapat sejumlah rumor dan fakta menarik yang mencuat ke permukaan. Pemantik utama kehancuran pasar masih diperdebatkan dan belum jelas sama sekali. Pengumuman perang dagang Donald Trump yang memberlakukan tarif 100% buat barang impor China belum cukup memuaskan rasa penasaran pelaku pasar lantaran kebijakan tersebut dinilai tak sebegitu mengerikan untuk menjadi katalis mematikan.

Selain ihwal katalis, apa saja fakta dan spekulasi yang mengemuka mengiringi kejatuhan pasar yang agak ganjil kali ini.

1. Rumor Wintermute Terlikuidasi

Kejatuhan ini memunculkan berbagai rumor di komunitas, termasuk dugaan bahwa market maker Wintermute dan platform Crypto.com mengalami kerugian besar atau bahkan terlikuidasi. Beberapa spekulasi menuduh adanya serangan atau manipulasi terkoordinasi yang membuat order beli Wintermute lenyap dan memicu efek domino likuidasi. Namun, kedua entitas itu membantah tudingan bahwa mereka terancam bangkrut. Bos Wintermute Evgeny Gaevoy menyatakan perusahaannya tetap beroperasi normal. Ia menyebut Wintermute tidak memegang posisi jangka panjang dan berfokus pada perdagangan jangka pendek. Bukan cuma dituding terlikuidasi, rumor lain juga menuduh market maker ini justru menjadi dalang di balik market crash.

2. Perbedaan di CEX dan DEX

Gejolak ini juga memunculkan dugaan bahwa ada sesuatu yang salah terutama di bursa terpusat (CEX) seperti Binance. Selain Binance, bursa besar lain seperti Coinbase, Robinhood, dan Kraken juga mengalami gangguan serupa. Order book sempat membeku, aplikasi melambat, dan banyak pengguna gagal mengeksekusi transaksi. Banyak trader melaporkan anomali. Pendiri BitMEX, Arthur Hayes, menilai penyebab utama kejatuhan tajam ini adalah auto-liquidation posisi cross margin di berbagai CEX besar yang menciptakan efek domino di seluruh pasar altcoin. Menurutnya, sistem likuidasi otomatis tersebut mempercepat spiral penurunan harga hingga memicu volatilitas ekstrem.

Terdapat juga laporan bahwa harga Cardano (ADA) di bursa terdesentralisasi (DEX) seperti Minswap justru lebih tinggi hingga 25% dibanding Binance, sedangkan di CEX sempat anjlok drastis. Token kecil seperti CARDS yang tidak terdaftar di CEX bahkan relatif disebut lebih stabil, kebalikan dari pola crash pasar fundamental yang biasanya 2026.

3. Likuidasi Terbesar Sepanjang Sejarah

Guncangan pasar pada 11 Oktober 2025 ini juga tercatat sebagai crash yang memicu likuidasi terbesar dalam sejarah pasar kripto. Skala kerugian crash setelah eskalasi perang dagang Amerika Serikat–China ini jauh melampaui rekor sebelumnya: Mei 2021 saat China melarang Bitcoin yang memicu likuidasi $8,5 miliar, Mei 2022 saat krisis Terra (LUNA) $3–5 miliar, serta November 2022 saat kejatuhan FTX sekitar $2–3 miliar. Bahkan Black Thursday akibat COVID-19 pada 12–13 Maret 2020, yang menjatuhkan harga Bitcoin dari $7.900 ke $3.900, “hanya” menghasilkan likuidasi senilai $3,8 miliar. Peristiwa 11 Oktober 2025 pun tercatat sebagai likuidasi terbesar dalam sejarah kripto modern.

4. Kematian Influencer Kripto di Ukraina

Seorang trader dan influencer kripto asal Ukraina, Konstantin Galish, atau lebih dikenal sebagai Kostya Kudo, ditemukan tewas pada 11 Oktober 2025 di dalam mobil Lamborghini miliknya di Kiev. Pria berusia 32 tahun itu diduga meninggal akibat luka tembak di kepala yang diduga dilakukan sendiri. Polisi menyatakan senjata api yang digunakan terdaftar atas namanya, namun penyelidikan masih berlanjut karena ada dugaan pemerasan sebelum kematian.

Kostya dikenal luas sebagai pendiri bersama Cryptology Key, perusahaan manajemen aset digital yang mengelola dana sekitar $65 juta, termasuk sebagian dana gaji intelijen Ukraina dan donasi untuk bantuan militer. Ia juga merupakan pendukung awal proyek Solana dan Avalanche, serta sering membagikan strategi perdagangan di masa volatilitas tinggi. Yang membuat kasus ini semakin kontroversial adalah rumor bahwa pistol yang digunakannya merupakan hadiah kehormatan dari Kyrylo Budanov, Kepala Dinas Intelijen Militer Ukraina (GUR).

5. Garrett Jin Cuan Besar

Seorang whale misterius di Hyperliquid dilaporkan meraup keuntungan sekitar $190–200 juta hanya dalam satu hari setelah menutup 90% posisi short Bitcoin dan seluruh posisi short Ethereum tepat sebelum crash besar terjadi. Menariknya, whale tersebut sempat membuka posisi short baru bernilai sembilan digit hanya beberapa menit sebelum kejatuhan pasar terjadi. Fakta ini juga memicu spekulasi bahwa sosok ini bisa saja terlibat dalam market crash.

https://x.com/GarrettBullish/status/1977588204409921590

Whale yang mengendalikan lebih dari 100.000 BTC tersebut disebut terkait dengan Garrett Jin, mantan Bursa BitForex, bursa kripto yang telah ditutup karena skandal penipuan. Aktivitas walletnya cocok dengan riwayat bisnis Jin, termasuk transaksi dengan alamat terkait Huobi (HTX) dan BitForex.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *