Volubit.id — Sejak awal Oktober, pasar Bitcoin terus menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Setelah harga menembus di bawah cost basis investor jangka pendek (short-term holder/STH) di level sekitar $111.900, tekanan jual meningkat sementara pelaku pasar cenderung menahan diri dan likuiditas semakin menipis.
Platform analitik Glassnode dalam laporan terbarunya yang dirilis Rabu, 12 November 2025, mengungkapkan, kondisi ini mengingatkan pada dua fase kontraksi sebelumnya, yakni pada Juni–Oktober 2024 dan Februari–April 2025, ketika harga bergerak naik-turun dalam rentang sempit sebelum akhirnya pulih kembali.
Karena itu, jika Bitcoin belum mampu menembus dan bertahan di atas level $111.900 sebagai dukungan kuat, risiko harga kembali menguji area bawah masih terbuka lebar.

Tanda-tanda kejenuhan penjual mulai tampak, terutama di kalangan investor jangka pendek yang banyak merealisasikan kerugian selama penurunan harga belakangan ini.
Ketika harga sempat menyentuh level $98.000, rasio STH Realized Profit-Loss anjlok hingga di bawah 0,21. Angka ini berarti lebih dari 80% transaksi yang terjadi berasal dari koin yang dijual dengan kerugian.
Tingkat tekanan jual seperti ini bahkan melampaui tiga fase koreksi besar sebelumnya dalam siklus harga Bitcoin.
Fenomena ini menunjukkan kondisi pasar saat ini “berat di atas” atau banyak investor yang terjebak di harga tinggi. Oleh sebab itu, level $100.000 menjadi batas psikologis penting yang akan menentukan apakah tekanan jual akan berlanjut atau mulai mereda.

Dari sisi permintaan, metrik Cost Basis Distribution Heatmap memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas pembelian di area bawah $100.000, baik sebelum maupun sesudah harga sempat pulih ke $106.000.
“Panasnya” area ini menunjukkan munculnya kembali aktivitas akumulasi. Investor baru mulai menyerap tekanan jual dari investor yang menyerah (capitulation).
Kombinasi antara kejenuhan penjual dan akumulasi ini bisa menjadi dasar terbentuknya pemulihan jangka pendek. Meski begitu, tren besar pasar masih cenderung menurun (bearish).
Di sisi lain, terdapat konsentrasi suplai besar di kisaran $106.000–$118.000, yang menjadi zona resistansi kuat. Banyak investor memilih menjual di kisaran ini untuk menutup kerugian atau mengambil untung kecil sehingga setiap reli harga berpotensi tertahan di area tersebut, kecuali jika arus modal baru kembali masuk secara signifikan.

Dari sisi permintaan, indikator Realized Profit milik investor jangka pendek juga melemah sejak Juni 2025. Hal ini menandakan berkurangnya arus dana segar dari investor baru.
Untuk mendorong harga menembus zona resistansi di $106.000–$118.000, indikator ini perlu berbalik naik, yang menjadi sinyal kepercayaan pasar mulai pulih dan minat beli kembali meningkat.

Di luar pasar spot, data off-chain menunjukkan tren yang serupa. ETF Bitcoin spot di Amerika Serikat (AS) mencatat peningkatan arus keluar (outflows) dalam beberapa pekan terakhir. Fenomena ini sejalan dengan melemahnya momentum harga dan penurunan minat beli investor institusional.
Sebelumnya, pada pertengahan tahun, ETF Bitcoin sempat mencatat arus masuk besar yang mendukung reli harga. Namun kini, arus dana cenderung netral hingga negatif, yang menandakan fase jeda dalam proses akumulasi oleh lembaga keuangan besar.
Secara historis, kondisi seperti ini kerap muncul saat pasar memasuki fase konsolidasi atau ketika kepercayaan investor tengah dibangun kembali sebelum harga bergerak ke arah baru.
Jika dalam beberapa pekan ke depan arus masuk dana ke ETF kembali meningkat, hal itu bisa menjadi sinyal awal pulihnya kepercayaan institusional terhadap Bitcoin. Sebaliknya, jika arus keluar terus berlanjut, pasar kemungkinan masih akan bertahan dalam sikap defensif, menunggu pemicu baru untuk bangkit.



