Volubit.id — Harga Bitcoin melemah lebih dari 20 persen dalam satu bulan terakhir dan kini bergerak di kisaran $86.200. Koreksi tajam ini memukul keras sektor penambangan.
Saham-saham perusahaan tambang kripto anjlok jauh lebih dalam dibandingkan aset utamanya. Cipher, Bitdeer, hingga Core Scientific tercatat rontok antara 20 sampai 50 persen, yang memicu kekhawatiran jika industri penambangan tengah berada dalam fase krisis serius.

Crypto enthusiast, Lana Yang, dalam analisisnya mengatakan, selain karena volatilitas harga, para penambang menghadapi tekanan struktural yang semakin berat akibat pemotongan rewards blok (halving). Rewards yang semula 50 BTC pada era awal Bitcoin kini turun menjadi 3,125 BTC.
Model ekonomi penambangan, yang sejak awal bertumpu pada pendapatan dari Bitcoin yang dihasilkan, kini berada dalam kondisi di mana pendapatan menurun, sementara biaya daya, hardware, dan perawatan terus meningkat. Dalam waktu yang sama, tingkat kesulitan jaringan (difficulty) juga naik.
Sejumlah rig lama seperti S10 dan M60 disebut berada pada “harga mati” atau titik ketika pendapatan tambang tidak lagi cukup untuk menutup biaya listrik. Kondisi ini membuat para miner berada pada situasi rentan.
Penurunan harga Bitcoin sekecil apa pun langsung membuat mereka merugi. Inilah yang menjelaskan mengapa saham perusahaan penambang jatuh lebih tajam dibandingkan harga Bitcoin itu sendiri.
Selain persoalan profitabilitas, ekosistem Bitcoin juga dinilai gagal berkembang menjadi sistem yang mampu menopang keberlanjutan industri tambang. Tidak adanya infrastruktur seperti smart contract, minimnya aplikasi konsumen, serta aktivitas transaksi on-chain yang rendah membuat biaya transaksi tidak pernah berkembang menjadi sumber pendapatan alternatif bagi miner.
Pencipta Bitcoin Satoshi Nakamoto pernah berasumsi, pada titik tertentu biaya transaksi akan menggantikan block reward sebagai insentif utama. Namun Bitcoin tidak pernah berkembang menjadi alat tukar yang digunakan secara luas.
Akibatnya, pendapatan penambang tetap bergantung pada apresiasi harga. Kondisi ini hanya bertahan selama nilai Bitcoin terus meningkat.
Para Penambang Mulai Pergi
Situasi ini mendorong sejumlah perusahaan tambang besar mengambil langkah strategis meninggalkan aktivitas penambangan Bitcoin atau mengalihkan fokus ke sektor High-Performance Computing (HPC) dan kecerdasan buatan (AI).
Bitfarms dikabarkan bersiap keluar dari sektor tambang. Iren telah menandatangani kerja sama dengan Microsoft. Core Scientific mengamankan kontrak AI senilai $3,5 miliar. Cleanspark dan Hut 8 juga memperluas portofolio menuju bisnis HPC dan layanan hosting AI.
Perubahan ini menunjukkan pergeseran arah industri. Para penambang tidak lagi melihat masa depan yang jelas di Bitcoin, melainkan pada sektor komputasi AI yang menawarkan potensi pendapatan jauh lebih stabil.
Ketika perusahaan tambang lebih memilih membangun pusat data AI daripada memperluas kapasitas tambang, nilai saham mereka pun ikut tertekan.
Dampaknya terhadap jaringan Bitcoin diperkirakan signifikan. Berkurangnya jumlah penambang akan mengurangi total hash power, yang pada akhirnya melemahkan keamanan jaringan. Semakin rendah hash power, semakin murah biaya untuk melakukan serangan terhadap jaringan.
Lebih jauh, kepemilikan Bitcoin kini semakin terpusat di tangan institusi besar, mulai dari dana investasi, ETF, hingga korporasi, sehingga menempatkan Bitcoin jauh dari cita-cita awal sebagai “uang milik rakyat”.
Perubahan persepsi generasi muda juga menjadi sorotan. Bitcoin yang dahulu dianggap simbol perlawanan terhadap sistem keuangan tradisional, kini dipandang semakin korporatis dan kehilangan daya tarik ideologisnya. Bagi sebagian pengamat, perubahan ini justru lebih mengkhawatirkan dibandingkan volatilitas harga jangka pendek.


