Bisakah Komputer Kuantum Bobol Bitcoin di Wallet Satoshi?

Volubit.id — Komputer kuantum sudah sejak lama dianggap sekadar eksperimen laboratorium yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Tapi beberapa tahun terakhir, ia mulai terasa nyata. Desember 2024, Google memperkenalkan chip kuantum Willow dengan klaim peningkatan kemampuan signifikan. Februari 2025, Microsoft menyusul dengan chip Majorana. Di titik ini, pertanyaan yang dulu terdengar seperti fiksi ilmiah mulai masuk ruang diskusi serius: apakah komputer kuantum suatu hari bisa membobol Bitcoin, termasuk wallet legendaris milik Satoshi Nakamoto?

Kekhawatiran ini tidak muncul dari ruang kosong. Fondasi keamanan Bitcoin bertumpu pada kriptografi kurva eliptik (ECDSA 256-bit), sistem yang nyaris mustahil ditembus komputer klasik. Masalahnya, komputer kuantum bekerja dengan cara berbeda. Dengan algoritma tertentu, ia berpotensi memecahkan persoalan matematika yang bagi komputer biasa akan memakan waktu lebih lama dari usia semesta.

Salah satu algoritma yang paling sering disebut adalah algoritma Shor. Algoritma ini memungkinkan komputer kuantum menurunkan kunci privat dari kunci publik dengan kecepatan eksponensial. Jika itu terjadi, sistem tanda tangan digital Bitcoin bisa runtuh. Wallet yang kunci publiknya terekspos akan menjadi sasaran empuk.

Di sinilah posisi Bitcoin-Bitcoin tua menjadi genting. Pada masa awal, Satoshi dan para penambang generasi pertama menggunakan format alamat Pay-to-Public-Key atau P2PK. Berbeda dengan dompet modern, format ini menampilkan kunci publik secara permanen di blockchain. Sekali teknologi yang cukup kuat tersedia, alamat-alamat ini tak punya tempat bersembunyi.

Perkiraan jumlah Bitcoin milik Satoshi berkisar di angka 1,1 juta BTC. Laporan Human Rights Foundation pada 2025 mencatat sekitar 6,51 juta BTC berada di alamat yang secara teoretis rentan terhadap serangan kuantum. Sebagian besar memang sudah dianggap hilang, tapi sisanya masih aktif dan bisa dipindahkan jika pemiliknya bergerak tepat waktu.

Lantas, apakah ancaman ini sudah dekat? Di atas kertas, untuk memecahkan enkripsi Bitcoin dalam waktu singkat dibutuhkan ratusan juta qubit fisik yang stabil. Komputer kuantum hari ini masih berkutat di kisaran ratusan qubit, dengan tingkat kesalahan yang tinggi. Willow milik Google, misalnya, baru memiliki 105 qubit. Jaraknya masih sangat jauh.

Tapi beberapa peneliti memperkirakan jarak itu menyempit lebih cepat dari dugaan. Ada yang menyebut lima hingga sepuluh tahun ke depan sebagai masa krusial. Scott Aaronson, salah satu tokoh penting kriptografi kuantum, berulang kali mengingatkan bahwa ancaman ini bukan soal “jika”, melainkan “kapan”. Menurutnya, komunitas kripto seharusnya sudah bersiap dari sekarang, bukan menunggu keadaan darurat.

Di sisi lain, suara yang lebih tenang juga kuat terdengar. Adam Back dari Blockstream menilai Bitcoin masih aman setidaknya dua hingga empat dekade ke depan. Proyeksi serupa datang dari lembaga riset ECRYPT II yang memperkirakan ECC 256-bit baru akan benar-benar terancam di kisaran 2030 hingga 2040. Artinya, masih ada waktu, asal digunakan dengan benar.

Respons pun mulai terlihat. Akhir 2024, seorang pengembang dengan nama samaran Hunter Beast mengajukan proposal QuBit. Intinya sederhana: memperkenalkan tipe alamat baru yang tahan terhadap serangan kuantum, menggunakan skema tanda tangan post-quantum. Alamat ini diberi insentif biaya transaksi yang jauh lebih murah agar pengguna mau bermigrasi.

Di luar Bitcoin, lembaga seperti NIST di Amerika Serikat juga sudah menetapkan standar kriptografi post-quantum, termasuk Dilithium dan Falcon. Beberapa blockchain bahkan sudah mengadopsinya lebih awal. Bitcoin, dengan budaya konservatifnya, bergerak lebih pelan.

Bagi pengguna biasa, langkah perlindungan sebenarnya tidak rumit. Gunakan wallet modern, hindari penggunaan ulang alamat, dan pastikan kunci publik hanya terekspos saat transaksi dilakukan. Ini memberi jendela waktu yang sangat sempit bagi penyerang, bahkan jika komputer kuantum sudah eksis.

Soal wallet Satoshi, perdebatan etis masih mengambang. Ada usulan membekukan koin-koin tersebut demi mencegah bencana pasar. Tapi gagasan ini berbenturan langsung dengan prinsip dasar Bitcoin: tidak ada otoritas yang berhak memilih koin mana yang sah dan mana yang tidak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *