Apakah Komputer Kuantum Bisa Mengancam Blockchain? Aspek Apa Saja yang Terancam?

Volubit.id —  Berita tentang komputer kuantum belakangan terdengar seperti kabar dari masa depan yang datang terlalu cepat. Google, IBM, dan Microsoft berlomba memamerkan lompatan teknologi yang, bagi kebanyakan orang, sulit dibayangkan kegunaannya dalam kehidupan sehari hari. Namun bagi dunia blockchain dan kripto, kabar itu tidak terasa futuristik. Ia justru memunculkan kegelisahan.

Pada Oktober 2025, Google mengumumkan algoritma Quantum Echoes yang diklaim berjalan 13.000 kali lebih cepat dibanding superkomputer tercepat saat ini. IBM menyusul dengan target keunggulan kuantum pada 2026 dan sistem toleran kesalahan pada 2029. Microsoft pun masuk gelanggang dengan platform Majorana 1 yang mencatat kemajuan signifikan dalam entanglement qubit logis. Semua terdengar teknis dan jauh dari urusan kripto. Padahal, persoalannya justru berakar di sana.

Bagaimana Blockchain Dijaga Keamanannya?

Untuk memahami ancaman komputer kuantum, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana mekanisme blockchain menjaga keamanan jaringannya. Blockchain bertahan bukan karena keajaiban, melainkan karena matematika. Seluruh sistem ini berdiri di atas kriptografi yang memastikan transaksi sah, kepemilikan jelas, dan pemalsuan hampir mustahil. Ada dua pilar utama yang menopangnya. Kriptografi public key untuk tanda tangan digital dan fungsi hash untuk menjaga integritas data serta konsensus jaringan.

Bitcoin dan sebagian besar kripto menggunakan Elliptic Curve Digital Signature Algorithm. Prinsipnya sederhana. Sangat mudah menghitung public key dari privat key, tetapi nyaris mustahil melakukan kebalikannya dengan komputer klasik. Kepemilikan Bitcoin pada dasarnya adalah soal siapa yang memegang kunci privat. Selama kunci itu aman, aset juga aman. Di sisi lain, fungsi hash seperti SHA 256 mengikat blok blok transaksi sehingga perubahan sekecil apa pun akan merusak keseluruhan rantai.

Asumsi keamanan ini dibangun dengan anggapan bahwa komputer bekerja secara klasik. Komputer kuantum tidak mengikuti aturan yang sama. Ia menggunakan qubit yang dapat berada dalam banyak keadaan sekaligus, bukan sekadar nol atau satu. Dengan superposisi dan entanglement, komputer kuantum dapat menjelajahi ruang solusi secara paralel. Untuk masalah tertentu, ini bukan peningkatan bertahap, melainkan lompatan drastis.

Algoritma Kuantum yang Mengancam Blockchain

Dua algoritma kuantum menjadi ancaman utama. Algoritma Shor memungkinkan pemecahan masalah matematika yang selama ini melindungi RSA dan kriptografi kurva eliptik. Dalam konteks blockchain, ini berarti kunci privat berpotensi diturunkan dari kunci publik yang terlihat di jaringan. Jika itu terjadi, tanda tangan digital dapat dipalsukan dan aset kripto bisa dicuri tanpa harus menembus jaringan.

Algoritma Grover menghadirkan ancaman lain. Ia tidak merusak fungsi hash secara langsung, tetapi mempercepat pencarian brute force. Dampaknya, tingkat keamanan efektif SHA 256 menurun. Proses mining dapat dipercepat secara signifikan, membuka peluang manipulasi konsensus dan membuat serangan 51 persen lebih masuk akal secara teknis.

Aspek Blockchain yang Paling Terancam

Ancaman paling nyata muncul pada sistem tanda tangan digital. Dalam Bitcoin, jutaan BTC memiliki kunci publik yang sudah terekspos akibat desain awal, penggunaan ulang alamat, atau format alamat tertentu. Aset aset ini menjadi sangat rentan ketika komputer kuantum yang cukup kuat tersedia.

Risiko berikutnya menyasar sistem enkripsi dan komunikasi. Blockchain publik memang tidak sepenuhnya bergantung pada enkripsi, tetapi jaringan yang mengedepankan privasi menghadapi ancaman lebih serius. Selain itu, ada persoalan yang sering terlewat, yaitu tata kelola. Bitcoin bukan sistem yang mudah diubah. Para pengembang memperkirakan transisi menuju kriptografi tahan kuantum membutuhkan waktu lima hingga sepuluh tahun. Koordinasi global, konsensus komunitas, dan migrasi dana dalam skala besar adalah pekerjaan berat bagi sistem yang sejak awal dirancang untuk bergerak perlahan.

Apakah Blockchain Akan Kehilangan Fungsinya

Semua ini tidak serta merta membuat blockchain kehilangan fungsi dasarnya. Blockchain hanya membutuhkan tiga hal agar tetap berjalan. Pembuktian kepemilikan, verifikasi transaksi, dan mekanisme konsensus. Komputer kuantum terutama mengganggu dua aspek pertama, bukan konsep transaksi itu sendiri. Selama fondasi kriptografi dapat diganti, blockchain masih bisa beroperasi.

Kriptografi pasca kuantum sebenarnya sudah tersedia. Algoritma algoritma baru dirancang agar aman dari serangan komputer klasik maupun kuantum. Konsekuensinya jelas. Ukuran tanda tangan membesar, biaya komputasi meningkat, dan protokol harus diperbarui. Ini adalah soal adaptasi, bukan akhir dari blockchain.

Berapa Lama Lagi Ancaman Ini Menjadi Nyata

Soal utamanya tinggal waktu. Sebagian besar ahli memperkirakan ancaman nyata baru muncul dalam lima hingga 15 tahun. Ada pula yang memperkirakan lebih cepat. Ketidakpastian ini justru membuat persiapan menjadi penting sejak sekarang.

Industri kripto mulai bergerak. NIST telah menstandardisasi algoritma tahan kuantum seperti CRYSTALS Kyber dan Dilithium. Di tingkat protokol, Bitcoin dan Ethereum mulai merancang jalan menuju Post Quantum Cryptography, meski dengan kompromi efisiensi.

Komputer kuantum tidak datang untuk menghancurkan blockchain. Ia datang untuk memaksa blockchain beranjak dewasa. Persoalannya bukan apakah blockchain bisa bertahan, melainkan seberapa cepat fondasi matematisnya bersedia diperbarui sebelum dianggap usang oleh mesin yang bekerja dengan logika baru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *