Volubit.id — Setelah berminggu-minggu bergerak mendatar di kisaran $100.000–$110.000, Bitcoin akhirnya kembali menunjukkan tren naik dan berhasil mencetak rekor harga tertinggi baru atau all-time high (ATH) di angka $123.000.
Platform analitik on-chain Glassnode dalam laporan terbarunya yang dirilis 16 Juli 2025, mengungkapkan, berdasarkan peta sebaran harga beli (Cost Basis Distribution/CBD Heatmap), fase konsolidasi sebelumnya menunjukkan adanya akumulasi besar-besaran di dua zona utama, yakni pada range harga $93.000–$97.000 dan $104.000–$110.000.
“Kini, dengan menembus zona-zona tersebut, harga Bitcoin berpotensi menjadikan level-level itu sebagai zona support yang kuat. Zona ini bisa menjadi pijakan penting bagi pasar jika terjadi koreksi di masa mendatang,” tulis Glassnode.

Saat ini, Bitcoin sedang memasuki fase baru yang disebut price discovery, yaitu kondisi ketika harga bergerak ke wilayah yang belum pernah dicapai sebelumnya. Dalam fase ini, sebagian besar pemilik Bitcoin memegang aset mereka dalam kondisi untung, artinya harga beli mereka jauh lebih rendah daripada harga pasar saat ini.
Menurut data dari Cost Basis Distribution Quantiles, harga Bitcoin sekarang berada di atas persentil ke-95, yaitu sekitar $107.400. Artinya, hanya sekitar 5% dari total pasokan Bitcoin yang sebelumnya dibeli di harga yang lebih tinggi dari itu, sedangkan selebihnya dibeli lebih murah.
Ketika harga bergerak jauh di atas ambang batas persentil ke-95, banyak investor, terutama yang jangka pendek, akan mulai mengambil untung. Jika aksi jual ini cukup besar, maka pasar bisa menjadi “top-heavy” atau terlalu banyak orang membeli di harga tinggi.
Struktur seperti ini cenderung rapuh karena investor yang membeli mahal akan lebih sensitif terhadap penurunan harga. Mereka bisa buru-buru menjual kembali jika pasar mulai turun, karena tidak ingin rugi, dan inilah yang bisa memicu koreksi atau penurunan harga lebih lanjut.

Setelah mencetak rekor tertinggi baru di atas $123.000, harga Bitcoin mengalami koreksi dan turun ke level $115.900. Penurunan ini menunjukkan tekanan jual dari para investor yang mulai mengambil untung seiring menguatnya pasar.
Penurunan ini terjadi tak lama setelah harga melewati angka $120.000. Angka ini penting karena berada sekitar satu standard deviation di atas cost basis pemegang jangka pendek atau Short-Term Holder (STH).
Dalam analisis data pasar, standard deviation adalah ukuran untuk melihat seberapa jauh suatu nilai menyimpang dari rata-rata. Ketika harga melewati batas ini, biasanya pasar dianggap sudah cukup “panas” untuk menarik aksi ambil untung dari investor jangka pendek.
Secara historis, level +1 standard deviation sering menjadi titik resistensi alami, yaitu titik di mana kenaikan harga cenderung tertahan. Ini terutama terjadi saat pasar berada dalam kondisi spekulatif tinggi, banyak orang membeli bukan karena kebutuhan jangka panjang, tapi karena berharap harga akan terus naik dalam waktu singkat.
Namun jika momentum pasar tetap kuat, maka level resistensi berikutnya yang perlu diperhatikan adalah +2 standard deviation, yang saat ini berada di sekitar $136.000.

Untuk mengukur dominasi keuntungan di kalangan investor baru, Glassnode menyoroti metrik Percent of Short-Term Holder Supply in Profit. Saat ini, metrik itu menunjukkan angka 95%, yang berarti hampir semua pemegang jangka pendek sedang dalam posisi untung. Angka ini lebih dari 1 standard deviation di atas rata-rata jangka panjangnya, yaitu 88%.
Kondisi seperti ini menunjukkan adanya lonjakan keuntungan yang belum direalisasi dan ini menjadi tanda bahwa pasar sedang memasuki fase euforia, fase ketika banyak orang merasa percaya diri karena melihat harga terus naik dan mereka semua untung.
Menariknya, ini adalah kali ketiga metrik ini menembus ambang batas tersebut sejak awal Mei 2025, yang memperkuat sinyal pasar sedang berada dalam tren naik yang sangat kuat dan penuh optimisme.
Namun, jika mulai turun ke bawah 88%, metrik ini bisa menjadi peringatan dini. Bisa jadi banyak pemegang jangka pendek mulai menjual koinnya untuk ambil untung, atau permintaan pasar mulai menurun. Keduanya bisa memicu koreksi harga jika terjadi secara masif.

Karena banyak investor jangka pendek saat ini sedang berada dalam posisi untung, wajar jika mereka mulai menjual koin mereka dengan cepat untuk merealisasikan keuntungan. Kondisi seperti ini berarti pasar sedang berada di wilayah “overheated”, yaitu ketika terlalu banyak keuntungan yang belum diambil sehingga potensi aksi jual besar-besaran meningkat.
Untuk mendeteksi fenomena ini, digunakan metrik Percent of Spent Volume in Profit. Ketika metrik ini naik melewati 1 standard deviation dari rata-ratanya, makin banyak investor jangka pendek yang menjual koin dalam kondisi untung.
Secara historis, pola seperti ini sering muncul sebelum permintaan pasar melemah. Artinya, setelah gelombang aksi ambil untung terjadi, pembeli baru yang masuk ke pasar mulai berkurang.

Baru-baru ini, metrik Realized Profit to Loss Ratio sempat melonjak tajam ke angka 39,8, yang artinya pasar mencatat keuntungan yang jauh lebih besar daripada kerugian. Angka ini jauh di atas batas +2 standard deviation, sebuah indikasi bahwa pasar berada dalam kondisi overheated.
Namun, metrik ini sekarang sudah turun ke 7,3, yang masih tergolong tinggi, tapi lebih wajar untuk pasar yang sedang naik seperti sekarang.
Jika metrik ini terus-menerus melonjak ke wilayah overheating, bisa menjadi sinyal kuat bahwa terlalu banyak investor mengambil untung secara agresif. Akibatnya, permintaan dari pembeli baru bisa terkuras, dan jika tidak ada cukup pembeli yang siap masuk di harga tinggi, momentum kenaikan harga bisa mulai melemah.



