Volubit.id — Netflix untuk pertama kalinya menggunakan efek visual berbasis generative AI dalam salah satu serial original mereka. Teknologi ini dipakai untuk menciptakan adegan gedung runtuh dalam serial fiksi ilmiah asal Argentina berjudul The Eternaut.
Co-CEO Netflix, Ted Sarandos, menjelaskan, teknologi AI ini memungkinkan tim produksi menyelesaikan adegan-adegan kompleks dengan lebih cepat dan biaya yang lebih rendah. Teknologi generative AI sendiri bisa menghasilkan gambar dan video hanya dari perintah teks atau “prompt”.
Saat ditanya soal penggunaan AI, Sarandos mengatakan, teknologi ini membantu produksi serial dengan anggaran kecil untuk bisa menampilkan efek visual canggih. Dalam The Eternaut, adegan runtuhnya sebuah gedung di Buenos Aires bisa diselesaikan sepuluh kali lebih cepat dibandingkan jika menggunakan efek visual konvensional.
“Kalau pakai cara tradisional, biayanya tidak akan terjangkau untuk serial dengan anggaran seperti itu. Adegan itu adalah cuplikan pertama yang sepenuhnya menggunakan generative AI di serial atau film original Netflix. Para kreatornya sangat senang dengan hasil akhirnya,” ujar dia.
Pernyataan Sarandos disampaikan saat Netflix mengumumkan pendapatan mereka naik 16% menjadi $11 miliar atau sekitar Rp180 triliun pada kuartal kedua 2025, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Keuntungan bersih perusahaan juga naik dari $2,1 miliar menjadi $3,1 miliar.
Capaian ini salah satunya didorong oleh keberhasilan musim ketiga sekaligus terakhir dari serial Korea Squid Game, yang sudah ditonton lebih dari 122 juta kali.
Sebenarnya, penggunaan generative AI di industri hiburan masih menuai kontroversi. Banyak pihak khawatir teknologi ini menggunakan karya orang lain tanpa izin dan bisa menggantikan pekerjaan manusia.
Penggunaan AI sempat menjadi isu utama dalam aksi mogok kerja di Hollywood pada 2023. Serikat aktor dan pekerja industri hiburan di AS saat itu menuntut adanya regulasi yang lebih ketat soal penggunaan AI.
Sebagian pelaku industri mengkritik penggunaan AI di film karena dianggap merendahkan seni dan keterampilan manusia. Bahkan pada 2024, produser film Tyler Perry sempat menghentikan rencana perluasan studio senilai $800 juta di Atlanta karena khawatir kemajuan teknologi AI akan mengancam lapangan kerja.
Saat itu, berbagai tools AI seperti Sora dari OpenAI mulai dikenalkan ke publik, yang langsung menunjukkan kemampuannya menciptakan video berkualitas tinggi hanya dari prompt. Di satu sisi mengesankan, tapi di sisi lain juga menimbulkan kecemasan.


