Apa itu AI Agent?
Kenali Cara Kerja, Jenis, dan Contohnya

Volubit.id — AI agent atau agen kecerdasan buatan adalah sistem atau program yang mampu menjalankan tugas secara mandiri atas nama pengguna atau sistem lain. AI agent bisa merancang alur kerja sendiri dan menggunakan berbagai alat yang tersedia untuk menyelesaikan tugas.

Fungsi AI agent tidak terbatas pada natural language processing (NLP) saja. Sistem ini juga mampu membuat keputusan, memecahkan masalah, berinteraksi dengan lingkungan luar, dan menjalankan tindakan.

AI agent bisa digunakan dalam berbagai konteks, seperti pengembangan perangkat lunak, otomatisasi IT, alat pembuat kode, hingga asisten percakapan.

Agen-agen ini memanfaatkan kemampuan Large Language Models atau LLM untuk memahami dan merespons masukan pengguna secara bertahap, serta tahu kapan harus menggunakan alat bantu (tools) dari luar.

Cara Kerja AI Agent

Inti dari AI agent adalah LLM sehingga AI agent juga sering disebut sebagai LLM agent. Model LLM biasa, seperti model IBM Granite, biasanya memberikan respons berdasarkan data pelatihan, tapi kemampuannya terbatas dalam penalaran dan pengetahuan terkini.

Sementara, agentic technology dalam AI agent memungkinkan sistem untuk memanggil alat bantu secara otomatis di belakang layar (backend), agar bisa mendapat informasi terbaru misalnya dari internet atau database, mengoptimalkan alur kerja, dan membuat tugas-tugas kecil (subtask) secara otomatis untuk mencapai tujuan yang kompleks.

AI agent juga belajar dari waktu ke waktu dan menyesuaikan diri dengan ekspektasi pengguna. Agent ini bisa menyimpan riwayat interaksi dan merencanakan langkah kerja berikutnya.

Apa bedanya AI agent dengan chatbot biasa? AI chatbot biasa hanya menggunakan NLP untuk merespons pertanyaan, dan tidak punya alat bantu, memori, atau kemampuan penalaran. Chatbot hanya merespons berdasarkan masukan pengguna saat itu dan tidak bisa merencanakan atau belajar dari kesalahan.

Sebaliknya, AI agent bersifat agenik, atau bisa membuat rencana, menciptakan sub-tugas, memperbaiki langkah sendiri, menggunakan alat bantu, dan belajar dari interaksi.

Tiga Tahap Utama dalam AI Agent

AI agent terbagi menjadi tiga tahap yang disebut agentic components, di antaranya:

1. Tujuan dan Perencanaan

Meskipun bisa membuat keputusan secara mandiri, AI agent tetap membutuhkan pengaturan awal yang ditentukan oleh manusia. Ada tiga pengaruh utama dalam perilaku AI agent, pertama, tim pengembang yang mendesain dan melatih agen; kedua, tim yang menerapkan agen dan menghubungkannya ke pengguna; ketiga, pengguna yang memberi tujuan dan menentukan alat bantu yang boleh digunakan.

Setelah tujuan dan alat bantu ditentukan, AI agent akan memecah tugas besar menjadi serangkaian tugas kecil agar lebih efisien.

2. Penggunaan Alat Bantu

AI agent bertindak berdasarkan informasi yang dimilikinya. Namun sering kali, agent ini tidak punya semua informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Untuk itu, agent menggunakan alat bantu seperti dataset eksternal, pencarian web, API, atau bahkan agent lain.

Kemampuan menggabungkan informasi dari berbagai alat bantu inilah yang membedakan AI agent dari chatbot atau AI biasa.

3. Belajar dari Umpan Balik

AI agent bisa belajar dari umpan balik, baik dari agent lain maupun dari pengguna. AI agent akan menyimpan informasi dan tanggapan dari pengguna untuk meningkatkan kinerja di masa depan.

Jika agent lain terlibat dalam prosesnya, umpan balik dari mereka juga bisa dipakai sehingga bisa mengurangi beban pengguna dalam memberi arahan. Mekanisme ini disebut iterative refinement, yaitu proses penyempurnaan berulang agar hasilnya semakin akurat dan sesuai.

Paradigma Penalaran AI Agent

AI agent tidak memiliki arsitektur standar yang mendasarinya. Namun ada beberapa pendekatan (paradigma) yang dikembangkan untuk menyelesaikan masalah bertahap yang kompleks. Berikut penjelasannya, dilansir dari ibm.com.

1. Reasoning and Action (ReAct)

Dengan pendekatan ReAct, AI agent diarahkan untuk berpikir dan berencana setelah adanya tindakan dan respons dari alat bantu. Pola ini disebut siklus Think-Act-Observe (Pikir–Bertindak–Mengamati), yakni agent menyelesaikan masalah langkah demi langkah dan terus menyempurnakan jawabannya.

Lewat prompt (instruksi), agent bisa diarahkan untuk berpikir secara perlahan dan memperlihatkan tiap langkah pemikirannya. Dalam kerangka ini, agent terus memperbarui konteks mereka dengan penalaran baru yang mereka lakukan, yang disebut dengan teknik Chain-of-Thought prompting.

2. Reasoning WithOut Observation (ReWOO)

Berbeda dengan ReAct, metode ReWOO tidak bergantung pada hasil dari alat bantu untuk merencanakan langkah selanjutnya. Sebaliknya, agent membuat rencana dari awal.

Penggunaan alat yang berlebihan bisa dihindari karena agent sudah mengantisipasi alat apa yang perlu digunakan setelah menerima instruksi awal dari pengguna. Metode ini lebih mengutamakan sudut pandang pengguna, karena pengguna dapat meninjau dan menyetujui rencana sebelum dijalankan.

Alur kerja ReWOO terdiri dari tiga modul, planning (perencanaan), pengumpulan output, dan formulasi respons.
Perencanaan di awal ini dapat mengurangi penggunaan token dan beban komputasi, serta mengurangi risiko kegagalan jika salah satu alat bantu bermasalah.

Jenis-Jenis AI Agent

AI agent bisa dikembangkan dengan berbagai tingkat kecanggihan, tergantung kebutuhan. Untuk tujuan yang sederhana, cukup menggunakan agent yang sederhana agar tidak membebani komputasi.

Berikut lima jenis AI agent dari yang paling dasar hingga paling kompleks.

1. Simple Reflex Agents

Agent ini adalah bentuk paling dasar, yang bekerja dengan hanya merespons kondisi yang dilihat saat itu tanpa memori atau pemrosesan lanjutan. Agent ini bekerja berdasarkan aturan “jika–maka” yang sudah diprogram.

Contohnya termostat yang diset untuk menyalakan pemanas setiap jam 8 malam. Meski dianggap cepat dan efisien, agent ini tidak bisa menangani situasi di luar skenario yang sudah ditentukan.

2. Model-Based Reflex Agents

Agent ini memiliki memori dan bisa membangun model internal dari dunia di sekitarnya. Ketika menerima masukan baru, modelnya diperbarui dan digunakan untuk mengambil keputusan.

Contohnya robot penyedot debu otomatis, yang bisa mengenali furnitur sebagai rintangan dan menghindarinya. Robot ini juga mengingat area mana yang sudah dibersihkan agar tidak berputar-putar di tempat yang sama.

3. Goal-Based Agents

Agent ini tidak hanya membangun model internal dari dunia di sekitarnya, tetapi juga tahu apa tujuannya. Agent merancang serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan itu sebelum bertindak.

Contohnya aplikasi peta atau GPS yang mencari rute tercepat ke tujuan pengguna. Namun, agent ini perlu waktu dan sumber daya untuk mencari dan merencanakan rute terbaik.

4. Utility-Based Agents

Agent ini tidak hanya mengejar tujuan, tapi juga mempertimbangkan opsi mana yang memberikan hasil terbaik (dengan nilai atau “utility” tertinggi). Agent menggunakan fungsi utilitas, yakni perhitungan berdasarkan berbagai kriteria untuk memilih tindakan terbaik.

Contohnya aplikasi navigasi yang tidak hanya mencari rute tercepat, tetapi juga mempertimbangkan efisiensi bahan bakar, tol, dan kemacetan.

5. Learning Agents

Ini adalah jenis agent paling canggih, yang bisa belajar dari pengalaman dan meningkatkan performa seiring waktu. Agent ini memiliki empat komponen utama, learning, critic, performance, dan problem generator.

Contohnya sistem rekomendasi di situs belanja online atau e-commerce. Agent mengamati aktivitas pengguna, lalu merekomendasikan produk yang relevan. Setiap interaksi baru menjadi bahan belajar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *