Volubit.id — Di dunia kripto yang bergerak cepat, istilah baru bisa muncul dalam hitungan pekan. Salah satu yang belakangan mulai mencuri perhatian adalah Internet Capital Market (ICM). Konsep ini disebut-sebut sebagai versi blockchain dari pasar modal, tempat di mana siapa saja bisa menerbitkan token dan menghimpun dana langsung dari komunitas global. Tapi apa sebenarnya ICM itu? Apakah ini hanya nama baru dari sesuatu yang lama? Atau benar-benar lompatan paradigma?
Di balik jargon yang terdengar futuristik, ICM menyimpan pertanyaan-pertanyaan mendasar. Apakah ia benar-benar membawa cakrawala baru dalam dunia investasi digital? Ataukah hanya perpanjangan dari praktik spekulatif seperti Initial Coin Offering (ICO) dan Initial DEX Offering (IDO) yang lebih dulu mewarnai sejarah kripto?
Apa itu Internet Capital Market?
ICM sejauh ini dipahami sebagai bentuk baru pasar modal (capital market) yang sepenuhnya berbasis internet dan teknologi blockchain. Fungsinya tidak jauh berbeda dengan bursa saham: menjadi tempat bertemunya modal dan proyek yang membutuhkan pendanaan. Namun, alih-alih memperdagangkan saham di lantai bursa fisik atau digital milik negara, ICM memfasilitasi transaksi aset via protokol blockchain.
Jika di dunia konvensional perusahaan menerbitkan saham untuk mengumpulkan dana dari publik lewat Initial Public Offering (IPO), di ekosistem ICM sebuah proyek bisa menerbitkan token digital. Token ini bisa merepresentasikan berbagai hal: kepemilikan dalam proyek, hak atas pendapatan, atau akses terhadap layanan tertentu. Semua berjalan di atas infrastruktur blockchain yang bersifat terbuka dan transparan.
Untuk memahami apa itu ICM dalam kokteks pergmulan hari ini, pengertiannya perlu dipahami secara diakronik dengan membandingkannya dengan istilah capital market atau pasar modal klasik.
Sebelum membicarakan ICM, ada baiknya mengingat kembali apa itu pasar modal dalam pengertiannya yang klasik. Pasar modal adalah ruang tempat perusahaan dan pemerintah menghimpun dana dari publik lewat instrumen seperti saham atau obligasi. Ia menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi modern, tapi sekaligus dikenal tertutup, penuh batasan geografis, dan sarat birokrasi. Hanya perusahaan besar dengan anggaran hukum dan relasi kuat yang bisa melantai di bursa.
ICM datang dengan tawaran berbeda: membuat pasar modal yang lebih terbuka, tanpa perantara, dan bisa diakses siapa saja dari mana saja, cukup dengan koneksi internet dan wallet kripto. Proyek startup, komunitas, bahkan kreator individu bisa menerbitkan aset digital dalam bentuk token, dan menjualnya langsung ke publik. Intinya, ICM bisa dibilang sebagai kerangka tokenosasi ide, seperti semua proyek kripto yang memiliki token, atau shitcoin dan memecoin. Token ini bisa mewakili berbagai hal: kepemilikan, hak akses, pembagian hasil, atau bahkan sekadar partisipasi dalam sebuah ekosistem.
Konsep ICM berkembang dari ICO dan IDO yang dulu marak sebagai cara pengumpulan dana. Bedanya, jika ICO dan IDO hanya berfokus pada momen peluncuran token, maka ICM berambisi membangun seluruh pasar modal versi blockchain—dengan sistem penilaian risiko, keterlibatan komunitas, bahkan governance yang mendekati mekanisme pasar saham.
Kondisi aktual ICM saat ini masih jauh dari visi ideal tersebut. Bermunculan platform yang mengklaim sebagai bagian dari ICM, seperti Believe App di jaringan Solana misalnya, justru lebih menonjolkan sisi instan dan viral. Di sana, siapa pun bisa menciptakan token hanya dari interaksi media sosial, tanpa struktur nilai yang jelas. ICM hari ini, pada banyak titik, masih lekat dengan semangat eksperimental yang mirip ICO. ICM dalam bentuk ini lebih menyerupai launchpad beraroma spekulatif ketimbang pasar modal digital yang sehat.
Untuk saat ini, ICM bisa dibilang mirip dengan fenomena shitcoin atau memecoi yang diberi kerangka naratif lebih rapi. Tapi bukan tidak mungkin, di masa depan, ia berkembang menjadi blueprint baru bagi pasar modal versi internet. ICM mungkin lebih pantas dipahami sebagai eksperimen pasar modal internet, bukan revolusi dalam bentuk barang jadi, tapi rangkaian percobaan yang baru saja dimulai.
Tentu, berikut pengembangan bagian “Bagaimana Cara Kerjanya” (How the ICM Works) dengan pendekatan naratif yang lebih cair dan bernuansa edukatif untuk pembaca awam, sambil tetap menjaga akurasi teknis berdasarkan bahan yang Anda berikan:
Bagaimana Cara Kerjanya?
Walau terdengar kompleks, cara kerja pembuatan token ICM sebenarnya berjalan dengan cukup otomatis. Skemanya dimulai dari sebuah unggahan di media sosial, biasanya di platform Twitter. Seorang developer atau kreator proyek cukup mengetik sesuatu seperti “$TOKEN + Nama Proyek”. Hanya dengan itu, token baru tercipta secara instan.
Di balik layar, sintaks sederhana tadi memicu serangkaian proses teknis yang berlangsung otomatis. Sistem membaca tanda dolar ($) sebagai perintah untuk membuat token baru.
Token ini langsung diterbitkan di jaringan Solana, jaringan blockchain yang jadi favorit ICM karena biaya transaksinya rendah dan kecepatan konfirmasinya tinggi. Tidak ada pengajuan, tidak ada persetujuan. Token langsung jadi dan siap diperjualbelikan.
Untuk menstabilkan harga dan menciptakan nilai awal, token biasanya diluncurkan dengan sistem bonding curve, sebuah mekanisme algoritmik yang menentukan harga beli dan jual berdasarkan suplai yang beredar. Di tahap awal, harga token sangat rendah, tapi dikenai biaya transaksi tinggi. Tujuannya sederhana: memberi insentif bagi mereka yang membeli lebih awal, sekaligus mencegah aksi jual cepat (early exit) yang bisa membuat harga anjlok. Mekanisme ini mirip dengan cara pasar mencoba menciptakan likuiditas secara mandiri, tanpa harus bergantung pada market maker tradisional.
Begitu token aktif, pasar pun terbuka. Jika komunitas atau narasinya cukup menarik, trading mulai menggeliat. Orang membeli token bukan hanya karena nilainya sekarang, tapi karena keyakinan (atau harapan) akan nilai masa depan. Di titik inilah ICM menjadi panggung spekulasi sosial: siapa pun bisa menciptakan token, siapa pun bisa membeli, dan nilainya ditentukan oleh seberapa kuat cerita yang dibangun di sekitarnya.
Tapi lantaran semua ini berlangsung tanpa proses kurasi atau validasi, tidak ada jaminan nilai fundamental. Yang menghidupkan pasar bukan prospektus keuangan, melainkan narasi dan daya tarik komunitas. Kadang token bisa bernilai hanya karena satu tweet viral, kadang karena muncul dalam meme populer. Dalam ekosistem seperti ini, kredibilitas dibangun bukan melalui laporan keuangan atau audit, melainkan interaksi, momentum, dan fear of missing out (FOMO).
FROM CLASSROOM
TO THE MOON
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarangMEMBERSHIP
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarang