Volubit.id — Semakin populer, Bitcoin ternyata justru semakin lambat dan mahal. Transaksi yang semakin banyak telah secara signifikan mengurangi kecepatan verifikasi dan meningkatkan biaya jaringan.
Jaringan yang lambat disebabkan oleh keterbatasan ruang blok. Karena adanya keterbatasan ini, hanya ada beberapa transaksi yang dapat dimasukkan ke tiap-tiap bloknya.
Transaksi yang belum masuk akan berada dalam antrean di ruang tunggu yang disebut mempool. Antrean ini bisa memakan waktu beberapa menit hingga berhari-hari, tergantung pada jumlah transaksi yang ada.
Proses inilah yang membuat jaringan padat sehingga kecepatannya semakin lama semakin melambat karena transaksi yang terus menumpuk.
Banyaknya transaksi juga membuat pengguna harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar fee. Jika jumlah transaksi membludak, biayanya ikut meningkat karena transaksi dengan fee lebih tinggi biasanya diprioritaskan untuk diproses terlebih dahulu saat jaringan padat dibandingkan dengan transaksi berbiaya rendah.
Sebagai blockchain yang berjalan dengan mekanisme konsensus proof-of-work, Bitcoin bergantung pada para penambang dalam proses memvalidasi blok. Para penambang menghabiskan banyak daya dan modal peralatan dalam proses tersebut sehingga mereka mengenakan fee atau biaya kepada setiap pengguna jaringan yang bertransaksi.
Masalah skalabilitas Bitcoin ini mencapai puncaknya pada Desember 2017 saat rata-rata fee untuk memproses satu transaksi dalam blockchain Bitcoin mencapai $37 atau sekitar Rp500.000.
Pengembang dan komunitas Bitcoin terus putar otak untuk menemukan cara agar Bitcoin dapat mengakomodir lebih banyak transaksi tanpa hambatan. Upaya ini akhirnya membuahkan solusi penskalaan bernama Lightning Network.
Apa Itu Lightning Network?
Lightning Network adalah jaringan layer-2 yang dibangun di atas jaringan Bitcoin. Jaringan ini menggunakan sistem micropayment channel yang memungkinkan pengguna mentransfer uang satu sama lain tanpa perlu menggunakan blockchain untuk memverifikasi transaksinya. Sistem ini punya kemiripan dengan sistem settlement yang dimiliki oleh perusahaan pembayaran, seperti Visa dan Mastercard.
Lightning Network tetap bersifat terdesentralisasi karena dijalankan oleh node yang memproses pembayaran untuk transaksi yang dibuat dengan menggunakan QR Code, bukan public keys. Secara teori, proses ini bisa memverifikasi ribuan atau bahkan ratusan ribu transaksi secara instan dan lebih ekonomis.
Intinya, transaksi Bitcoin menjadi lebih cepat dan lebih murah dengan Lightning Network.
Lightning Network sebenarnya merupakan wujud dari tujuan utama Satoshi Nakamoto, pseudonim pencipta Bitcoin, yang ingin Bitcoin dimanfaatkan sebagai alat pembayaran peer-to-peer. Proyek ini akhirnya dikembangkan oleh peneliti Joseph Poon dan Thaddeus Dryja, yang menerbitkan whitepaper Lightning Network pada 14 Januari 2016.
Mereka berpendapat, jaringan micropayment dapat menjadi solusi dari keterbatasan skalabilitas jaringan Bitcoin. Tentunya mengembangkan layer-2 dinilai jauh mudah dibandingkan dengan mengubah jaringan Bitcoin itu sendiri.
Laboratorium rekayasa blockchain, Lightning Labs, bersama sejumlah perusahaan, seperti ACINQ dan Blockstream, kemudian meluncurkan Lightning Network versi beta pada Maret 2018.
Proyek ini berhasil mengumpulkan modal sebesar $2,5 juta melalui penggalangan dana, yang salah satunya berasal dari pendiri Twitter yang juga Bitcoin Maximalist, Jack Dorsey. Lightning Network versi pertama diluncurkan tak lama setelah itu.
Cara Kerja Lightning Network
Untuk mulai menggunakan Lightning Network, pengguna perlu membuka payment channel dan mengunci sejumlah BTC di dalamnya. Bitcoin tersebut dapat dibelanjakan sampai channel ditutup.
Penerima transaksi akan membuat invoice yang terdiri dari rangkaian alfanumerik panjang, yang direpresentrasikan di dalam bentuk QR Code. Orang yang ingin melakukan pembayaran hanya perlu memindai QR Code ini dengan Lightning Wallet mereka dan mengonfirmasi pembayaran dengan memberikan tanda tangan digital.
Karena tidak dilakukan dalam blockchain Bitcoin, pembayaran tidak memerlukan waktu tunggu lama dan tidak memakan biaya tinggi. Transaksi bahkan dapat dibayar hanya dengan fee satu satoshi atau seperseratus juta Bitcoin.
Transaksi peer-to-peer ini juga hanya berlangsung beberapa detik, yang kemudian menjadi inspirasi dari nama ‘Lightning‘ yang berarti ‘kilat’.
Setelah selesai menggunakan jaringan, pengguna bisa menutup channel dan keluar. BTC mereka bisa kembali digunakan di blockchain utama Bitcoin.
Untuk bisa menggunakan Lightning Network, pengguna bisa mengunduh aplikasi Bitcoin Lightning Wallet di ponsel. Aplikasi ini bersifat non-custodial yang berarti pengguna bertanggung jawab atas aset dan private key-nya sendiri.
Namun jika tidak ingin mengurus aset sendiri, pengguna bisa menggunakan layanan kustodian Blue Wallet. Layanan ini memungkinkan pengguna untuk mengirim dan menerima pembayaran lewat Lightning, tetapi tidak mengizinkan pengguna untuk menarik Bitcoin platform tersebut.
Jika ingin pengalaman lebih, pengguna bisa mencoba Lightning Network dengan menjadi node.
Perjalanan Lightning Network
Lightning Network pernah diretas pada 20 Maret 2018. Saat itu, jaringan sulit memproses transaksi karena serangan peretas telah melumpuhkan 200 node atau 20% dari total node jaringan.
Namun, sejak itu Lightning Network terus berkembang. Per Juli 2024, menurut dat Bitcoinvisuals.com, jaringan ini sudah memiliki lebih dari 15.000 node dan 52.000 channel yang beroperasi. Total kapasitas jaringan Lightning Network sekarang mencapai 5.190.703 BTC atau sekitar $302 juta pada nilai saat ini.
Semakin banyak node dan channel, semakin mudah transaksi dilakukan.
Pada Agustus 2020, Lightning Network di-upgrade untuk menyertakan dukungan fungsi Wumbo. Pada masa awal Lightning, pengembang membatasi jumlah Bitcoin yang dapat disimpan dalam channel hanya sebanyak 0,1677 BTC. Dengan Wumbo, jaringan ini memungkinkan node untuk memproses transaksi yang lebih besar dengan volume yang lebih tinggi.
Selain itu, ada semakin banyak exchange kripto yang kini mendukung Lightning Network, seperti Kraken, OKEx, Bitstamp, dan Bitfinex, serta aplikasi trading Robinhood. Namun, dua exchange terbesar di dunia, Binance dan Coinbase, belum.
Pada Juni 2021, El Salvador memperkenalkan undang-undang yang mengesahkan Bitcoin sebagai alat pembayaran. Beberapa vendor mulai menggunakan Lightning Network untuk memfasilitasi proses pembayaran kecil. Wallet Chivo yang disponsori negara juga mengintegrasikan layanannya dengan Lightning.
Pada April 2022, Lightning Labs berhasil mengumpulkan dana sebesar $70 juta untuk menjadi modal pengembangan protokol Taro, yang akan membantu mengaktifkan transaksi stablecoin di Lightning Network.
Sementara di jaringan lain, Blockstream telah menciptakan implementasi Lightning Network bernama c-Lightning, yang dibangun dalam bahasa pemrograman C. Litecoin juga membangun versinya sendiri bernama Litecoin Lightning Network.
FROM CLASSROOM
TO THE MOON
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarangMEMBERSHIP
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarang