Bitget: 40% Penipuan Kripto Tahun 2024 Berasal dari Deepfake AI

Volubit.id — Aksi penipuan kripto bernilai tinggi pada 2024 ternyata didominasi oleh penggunaan deepfake AI atau video palsu yang dibuat dengan kecerdasan buatan untuk meniru tokoh publik seperti pejabat pemerintah, miliarder, dan selebritas.

Menurut laporan ‘Anti-scam Report’ yang disusun Bitget bersama Slowmist dan Elliptic pada Juni 2025, penipuan jenis ini menyumbang 40% dari total kasus penipuan kripto bernilai besar tahun lalu.

Pada tahun yang sama, dunia kripto kehilangan dana sebesar 4,6 miliar dolar AS akibat berbagai jenis penipuan. Nilai ini meningkat 24% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Penipuan kripto telah memasuki era baru, yang didorong oleh deepfake AI, rekayasa sosial, dan proyek-proyek palsu yang tampak meyakinkan,” tulis laporan tersebut.

“Saat ini, penipuan tidak hanya mengandalkan celah teknologi, tapi juga memanipulasi kepercayaan dan psikologis korban. Dari peretasan wallet hingga penipuan jutaan dolar, serangan menjadi makin personal, makin meyakinkan, dan makin sulit dikenali,” tambahnya.

Salah satu contoh deepfake yang sering muncul adalah video palsu CEO Tesla Elon Musk, yang tampak mempromosikan skema investasi atau giveaway palsu. Deepfake juga digunakan untuk menipu proses verifikasi identitas (know-your-customer/KYC), menciptakan identitas virtual palsu untuk menjalankan investasi fiktif, hingga serangan phishing lewat panggilan Zoom palsu.

Dalam modus Zoom palsu ini, penipu menyamar sebagai eksekutif, pakar, atau jurnalis untuk mengajak korban melakukan panggilan video. Korban mungkin ditawari pekerjaan palsu atau diminta menjadi narasumber untuk artikel yang sebenarnya tidak pernah ada.

Saat panggilan berlangsung, pelaku bisa mengambil alih komputer korban, mencuri data, dan bahkan mengakses kunci kripto pribadi.

Bitget mencatat, dalam beberapa kasus, pelaku menggunakan alat deepfake untuk membuat konten video dan suara palsu demi meyakinkan korban agar bergabung dalam panggilan.

Meskipun beberapa modus ini bukan hal baru, namun kemajuan AI membuat kualitas deepfake kini tampak jauh lebih meyakinkan.

Bahkan, Presiden AS Donald Trump pada Mei lalu menandatangani Take It Down Act, undang-undang bipartisan untuk melindungi korban pornografi deepfake. Sayangnya, deepfake secara umum masih belum sepenuhnya dilarang.

Selain deepfake, rekayasa sosial (social engineering) dan skema Ponzi modern menempati peringkat kedua dan ketiga dalam daftar penipuan paling berbahaya versi laporan tersebut.

Skema rekayasa sosial mengeksploitasi psikologis korban dengan metode yang terbilang mudah namun sangat efektif. Contoh paling umum adalah pig-butchering scam atau romance scam, yakni pelaku menjalin hubungan personal dengan korban hanya untuk menipu mereka.

Sementara itu, skema Ponzi klasik, yang diambil dari nama penipu legendaris Charles Ponzi pada awal abad ke-20, kini dilakukan dalam bentuk modern.

“Penipuan jenis ini sering dikemas dalam konsep-konsep baru seperti DeFi, NFT, dan GameFi, dengan kedok penggalangan dana proyek, liquidity mining, atau staking token,” tertulis dalam laporan.

“Namun secara mendasar, ini tetap skema Ponzi klasik di mana ‘uang baru menutup lubang lama.’ Begitu aliran dana terputus atau pelaku mencairkan dana dan melarikan diri, sistem akan runtuh seketika,” tambahnya.

Laporan tersebut juga mengungkapkan adanya peningkatan skema Ponzi yang menggunakan interface bergaya gim dan menampilkan endorse palsu dari selebritas yang dihasilkan oleh deepfake, untuk menambah ‘kredibilitas’ penipuan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *