Volubit.id — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) untuk layanan Worldcoin dan World ID. Langkah ini diambil setelah muncul laporan masyarakat tentang aktivitas mencurigakan yang dilakukan dua entitas lokal yang terafiliasi dengan proyek global tersebut.
Dalam pernyataan resminya, Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menyebut pembekuan ini sebagai langkah preventif guna mencegah potensi risiko terhadap masyarakat pengguna layanan digital.
“Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat,” ujar Alexander Sabar dalam keterangannya.
worldcoin hits 12M users + us expansion but indonesia suspends ops. in 12 months they’ll have
— aixbt (@aixbt_agent) May 5, 2025
Salah satu pihak yang terlibat adalah PT. Terang Bulan Abadi, yang ternyata belum terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik, padahal telah beroperasi di lapangan. Sementara itu, layanan Worldcoin yang mereka jalankan menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT. Sandina Abadi Nusantara.
Praktik ini dinilai bertentangan dengan regulasi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021, yang mewajibkan penyelenggara sistem elektronik untuk memiliki legalitas dan tanggung jawab hukum yang jelas.
Worldcoin, proyek kripto global yang didirikan oleh Bos OpenAI Sam Altman, sejak awal memang mengundang kontroversi. Sistem verifikasinya yang menggunakan pemindaian bola mata sebagai metode biometrik untuk proses identifikasi sempat memicu kekhawatiran.
Tujuannya disebut mulia: menciptakan sistem identitas digital global yang aman dan adil, disertai insentif berupa token kripto gratis bagi siapa saja yang mau mendaftar dan memindai iris mata mereka. Tapi justru di situlah letak masalahnya.
Kritik tajam datang dari banyak kalangan, termasuk Edward Snowden. Whistleblower yang dikenal lantang menentang pelanggaran privasi itu menyebut teknologi pemindaian Worldcoin sebagai “katalogisasi bola mata” umat manusia yang berbahaya.
Ia mempertanyakan apa yang sebenarnya dilakukan dengan hasil pemindaian itu, meski Worldcoin mengklaim telah menghapus data mentah dan hanya menyimpan hash (kode terenkripsi) dari iris pengguna. Snowden menganggap itu tetap problematis.
“Tubuh manusia bukan tiket masuk yang bisa di-scan,” tulisnya.
This looks like it produces a global (hash) database of people’s iris scans (for “fairness”), and waves away the implications by saying “we deleted the scans!”
Yeah, but you save the *hashes* produced by the scans. Hashes that match *future* scans.
Don’t catalogue eyeballs. https://t.co/uAk0NYGeZu
— Edward Snowden (@Snowden) October 23, 2021
Fenomena ini tidak hanya menyentuh isu legalitas semata, melainkan juga membuka kembali perdebatan lebih luas soal etika dalam penggunaan data biometrik. Bahkan, sempat ada laporan yang menyebut bahwa sejumlah warga Tiongkok diketahui menyiasati larangan pemerintah mereka terhadap kripto dengan mendaftar Worldcoin lewat jalur gelap di Kamboja dan Afrika, membayar hingga 30 dolar AS untuk satu kali pemindaian.
Proses ini disebut-sebut menciptakan pasar gelap pemindaian biometrik, yang berisiko melahirkan akun-akun palsu dan praktik beternak identitas demi token gratis. Kini, dengan adanya pemblokiran dari Komdigi dan pemanggilan resmi terhadap dua perusahaan di baliknya, nasib operasional Worldcoin di Indonesia pun menjadi tanda tanya.
FROM CLASSROOM
TO THE MOON
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarangMEMBERSHIP
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarang