Volubit.id — Senator Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Josh Hawley, membuka penyelidikan terhadap Meta setelah muncul dokumen bocoran yang menunjukkan, kecerdasan buatan (AI) milik perusahaan tersebut diizinkan melakukan obrolan bernuansa “mesra” dan “romantis” dengan anak-anak.
Dokumen internal yang diperoleh Reuters itu disebut berjudul “GenAI: Content Risk Standards”. Hawley menyebut isi dokumen tersebut sebagai sesuatu yang memalukan dan keterlaluan. Ia meminta agar dokumen itu dibuka untuk umum, beserta daftar produk Meta yang terkait.
“Apakah ada hal — APAPUN — yang tidak akan dilakukan Big Tech demi mendapatkan uang cepat? Sekarang kita tahu chatbot Meta diprogram untuk melakukan obrolan eksplisit dan sensual dengan anak usia 8 tahun. Ini menjijikkan. Saya meluncurkan penyelidikan penuh untuk mencari jawaban. Big Tech: jauhi anak-anak kami,” tulisanya.
Is there anything – ANYTHING – Big Tech won’t do for a quick buck? Now we learn Meta’s chatbots were programmed to carry on explicit and “sensual” talk with 8 year olds. It’s sick. I’m launching a full investigation to get answers. Big Tech: Leave our kids alone pic.twitter.com/Ki0W94jWfo
— Josh Hawley (@HawleyMO) August 15, 2025
Dalam surat yang dikirim ke Meta dan CEO Mark Zuckerberg, Senator Hawley menegaskan, orang tua berhak tahu kebenaran, dan anak-anak berhak mendapat perlindungan.
Menanggapi tudingan ini, juru bicara Meta mengatakan kepada BBC, contoh-contoh kasus dalam dokumen itu keliru, tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan, dan sudah dihapus.
Meta menegaskan mereka memiliki aturan jelas soal batasan respons chatbot AI, termasuk larangan keras terhadap konten yang menampilkan anak secara seksual maupun permainan peran seksual antara orang dewasa dan anak.
Menurut Meta, dokumen internal itu sebenarnya berisi ratusan catatan dan contoh kasus hipotetis yang digunakan tim internal untuk mengantisipasi berbagai skenario, bukan aturan resmi.
Meski demikian, BBC melaporkan, selain soal percakapan dengan anak-anak, dokumen kebijakan internal Meta itu juga menyebutkan, chatbot perusahaan bisa memberikan informasi medis yang salah, menjalin interaksi provokatif terkait seks, ras, maupun selebritas.
Dokumen itu diyakini berfungsi sebagai panduan standar untuk mengatur generative AI assistant Meta, yaitu Meta AI, serta chatbot lain yang tersedia di platform milik Meta.
Reuters juga melaporkan adanya keputusan kontroversial lain yang dianggap bisa diterima oleh tim hukum Meta. Salah satunya, memperbolehkan AI menyebarkan informasi palsu tentang selebritas selama disertai catatan penafian (disclaimer) bahwa informasi tersebut tidak akurat.


