Mengenal Stablecoin, Pengertian, Contoh dan Jenis-jenisnya

Volubit.id — Penciptaan stablecoin berawal dari anggapan bahwa mata uang kripto adalah instrumen investasi yang harganya sangat fluktuatif. Karena sifatnya yang volatil dan berisiko, mata uang kripto juga dinilai sulit untuk digunakan dalam transaksi barang dan jasa sehari-hari.

Kemudian hadirlah stablecoin sebagai mata uang digital dengan harga yang relatif lebih stabil. Apa itu stablecoin?

Stablecoin adalah mata uang kripto yang nilainya berpatok atau melekat pada instrumen keuangan lainnya, seperti mata uang fiat atau emas. Mata uang kripto ini unik karena nilainya meniru nilai aset lain dan sangat bergantung pada pergerakan aset tersebut. Misalnya, stablecoin yang dipatok dengan dolar AS akan bernilai $1.

Stablecoin biasanya banyak digunakan sebagai aset lindung nilai dan sebagai alat tukar di exchange kripto. Stablecoin juga sangat penting dalam platform decentralized finance (DeFi) untuk yield-farming, lending, dan penyediaan likuiditas.

Ide stablecoin konon pertama kali dikemukakan oleh JR Willet, anggota komunitas Bitcoin awal. Ia mengungkapkan ide mata uang kripto yang dipatok dengan aset lain pada 2012 dalam wallpaper protokol MasterCoin miliknya.

Stablecoin pertama yang meluncur ke pasar adalah BitUSD pada 2014, yang berpasak pada dolar AS dan memiliki cadangan kripto. Nahas, BitUSD kehilangan pasaknya dengan dolar AS pada 2018 dan tak berhasil bangkit hingga saat ini.

Sedangkan stablecoin pertama yang memiliki cadangan mata uang fiat adalah Tether (USDT), yang diluncurkan pada akhir 2014. Meski diterjang beberapa kontroversi, USDT tetap kokoh sampai saat ini menjadi stablecoin terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar.

Walaupun dianggap lebih stabil, stablecoin tidak serta merta bebas risiko. Sebelum menggunakan, ada baiknya trader mengenali dulu cara kerja dan jenis-jenis stablecoin yang kini beredar di pasar kripto, yang kami rangkum dari The Motley Fool.

Jenis-jenis Stablecoin dan Contohnya

1. Stablecoin yang Berpatok pada Mata Uang Fiat

Nilai stablecoin jenis ini melekat pada mata uang fiat, seperti dolar, pound, atau bahkan rupiah. Stablecoin ini juga selalu memiliki cadangan yang berfungsi sebagai jaminan dalam bentuk mata uang fiat yang nilainya sama dengan nilai pasokan yang beredar. Misalnya 1 juta koin stablecoin yang berpatok pada dolar AS yang beredar harus memiliki cadangan sebesar $1 juta.

Stablecoin yang dipatok dengan fiat biasanya bersifat tersentralisasi karena dikelola oleh institusi yang menjamin cadangannya tercukupi. Untuk memverifikasi kecocokan data antara pasokan stablecoin yang beredar dan cadangan fiat yang dimiliki, institusi pengelola akan melakukan audit rutin yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Contoh stablecoin yang dipatok dengan mata uang fiat yang paling populer adalah Tether (USDT) yang dikelola Tether Ltd, USD Coin (USDC) yang dikelola Circle, Gemini Dollar (GUSD) yang dikelola Gemini, dan Paxos Dollar (PAX) yang dikelola Paxos.

2. Stablecoin dengan Cadangan Mata Uang Kripto

Stablecoin jenis ini, meski berpatok pada fiat, tetapi memiliki cadangan berupa mata uang kripto. Biasanya kripto yang dijadikan cadangan adalah kripto yang memiliki nilai besar seperti Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH).

Karena mata uang kripto bersifat fluktuatif, cadangan yang dijadikan jaminan biasanya memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah pasokan stablecoin yang beredar di pasaran.

Contoh stablecoin yang dicadangkan dengan kripto adalah Dai (DAI). Stablecoin yang dibuat MakerDAO ini merupakan token ERC20 yang nilainya dipatok ke dolar AS, namun memiliki cadangan berbentuk kripto dan bersifat terdesentralisasi.

3. Stablecoin yang Berpatok pada Komoditas

Nilai stablecoin jenis ini berpatok pada aset komoditas yang mendasarinya. Misalnya, stablecoin yang melekat pada komoditas emas memiliki pergerakan harga yang sama dengan harga logam mulia itu.

Stablecoin ini juga memiliki cadangan dalam berbentuk aset fisik. Dengan berinvestasi pada jenis stablecoin ini, investor bisa membeli komoditas versi digital tanpa perlu menyimpan sendiri aset fisik yang sebenarnya.

Contoh stablecoin yang dipatok pada komoditas adalah CACHE Gold (CACHE) yang didukung oleh 1 gram emas murni, yang disimpan di dalam brankas. Memiliki satu stablecoin CACHE sama dengan memiliki 1 gram emas, yang diklaim bisa dengan mudah ditukarkan dengan emas fisik kapan saja.

4. Stablecoin Algoritmik

Alih-alih dikelola oleh institusi, stablecoin jenis ini justru mengontrol pasokan yang beredar dengan menggunakan algoritma dan smart contract. Algoritma membuat protokol secara otomatis akan mengurangi pasokan jika harga stablecoin lebih rendah dari aset yang mendasarinya, dan sebaliknya, protokol akan menambah lebih banyak pasokan jika harga stablecoin lebih tinggi.

Sayangnya stablecoin algoritmik jauh lebih berisiko karena tidak memiliki cadangan yang cukup jika terjadi masalah. Contoh stablecoin algoritmik adalah TerraUSD (UST) yang sempat menjadi salah satu stablecoin terbesar di pasar, namun nilainya anjlok hingga hampir nol.

Tak Selalu Stabil

Stablecoin dalam kenyataannya belum tentu stabil. Gemini Dollar (GUSD) sempat mengalami peningkatan nilai di atas $1 dalam setahun terakhir karena inflow yang tinggi. Begitu pula dengan Tether yang sempat turun ke $0,51 di beberapa exchange.

Jadi, stablecoin sebenarnya tidak sepenuhnya stabil. Hanya saja, mata uang kripto ini jauh lebih relatif stabil jika dibandingkan dengan aset kripto lainnya, seperti Bitcoin.

Meski demikian, tidak ada jaminan stablecoin bisa terus mempertahankan pasaknya pada aset lain. Ada banyak kasus stablecoin gagal dan akhirnya runtuh.

Salah satu kasus keruntuhan stablecoin yang mungkin paling membekas di benak komunitas adalah kejatuhan dramatis TerraUSD (UST) pada Mei 2022. Stablecoin yang masuk dalam ekosistem Terra (LUNA) itu lepas dari pasaknya dan anjlok parah hingga $0,02 hanya dalam hitungan hari.

Karena mata uang kripto yang dialgoritmakan dengan UST, yakni LUNA, juga mengalami kejatuhan yang sama, maka investor yang menyimpan dananya di ekosistem ini mengalami kerugian total.

Oleh karena itu, bisa disimpulkan tidak ada stablecoin yang 100% aman. Tidak ada jaminan juga stablecoin akan selalu dapat ditukar dengan aset yang dipatok, dan yang pasti investor tidak akan mendapatkan perlindungan seperti yang bisa didapatkan dari bank.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *