Volubit.id — Pemerintah Indonesia mulai membuka ruang diskusi mengenai potensi Bitcoin sebagai bagian dari strategi ekonomi nasional. Isu ini mencuat setelah komunitas Bitcoin Indonesia diundang ke kantor Wakil Presiden Republik Indonesia untuk mempresentasikan bagaimana teknologi Bitcoin bisa memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional.
Kabar ihwal cadangan Bitcoin Indonesia disambut antusias oleh komunitas kripto, tapi faktanya Indonesia sudah ketinggalan beberapa langkah dibandingkan negara lain yang sudah memiliki cadangan asset BTC macam Amerika Serikat (AS), China, Inggris, Bhutan, atau El Salvador yang bahkan menjadi negara pertama yang mengadopsi Bitcoin sebagai alat bayar resmi (legal tender) negara.
Berdasarkan data Bitcoin Reserve Tracker, AS menjadi pemegang cadangan Bitcoin terbesar dunia dengan 207.000 BTC, diikuti oleh Tiongkok (194.000 BTC), Inggris (61.000 BTC), dan Ukraina (46.351 BTC). El Salvador menjadi negara pertama yang mendeklarasikan Bitcoin sebagai uang legal sejak 2021 dan telah membeli lebih dari 6.100 BTC secara terbuka sebagai bagian dari cadangan nasionalnya. Bhutan, di sisi lain, memanen sekitar 13.000 BTC hasil dari operasi penambangan listrik bersih sejak 2019—representasi aset senilai lebih dari $600 juta atau sekitar 30–40% dari PDB negara.

Komunitas Bitcoin Indonesia menyebut diskusi terkait BTC dengan pemerintah tersebut masih dalam tahap awal. Dalam pertemuan tersebut, pihak Kantor Wakil Presiden ingin memahami bagaimana Bitcoin dapat mendukung ketahanan ekonomi nasional.
Bitcoin Indonesia memaparkan mereka siap mendukung edukasi Bitcoin di tingkat nasional. Edukasi ini dipandang penting agar masyarakat, pelaku industri, dan pembuat kebijakan memahami manfaat sekaligus risiko Bitcoin secara menyeluruh.
Kantor Wakil Presiden juga mennjukkan sikap suportif. Mereka memandang edukasi publik mengenai Bitcoin sebagai hal penting dan harus terus dilakukan. Edukasi dianggap sebagai pintu masuk agar kebijakan yang diambil berbasis pengetahuan dan bukan sekadar tren.
Salah satu ide yang muncul dalam pertemuan adalah pemanfaatan penambangan Bitcoin sebagai strategi cadangan negara–meski kemudian diklarifikasi bahwa “belum ada pembahasan khusus mengenai penggunaan Bitcoin sebagai cadangan nasional”. Gagasannya, negara bisa mengalokasikan sumber daya untuk menambang Bitcoin sebagai aset strategis jangka panjang, selayaknya emas atau cadangan devisa.
Important Disclaimer:
Since this post gained a lot of attention, we want to clarify: So far, we’ve only had a presentation and an open discussion on how Bitcoin could be useful for Indonesia, as well as the key challenges that need to be addressed to move forward. There was no… https://t.co/KNr75HyAl3
— Bitcoin Indonesia (@bitcoinindo21) August 6, 2025
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga pernah menanggapi usulan pelaku pasar kripto yang mendorong Bitcoin menjadi cadangan strategis Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Pada awal Mei lalu, OJK menyebut usulan tersebut cukup progresif. Meski begitu, OJK menegaskan langkah seperti ini harus diambil dengan penuh kehati-hatian. Ia menekankan, jika ide tersebut direalisasikan, pendekatannya harus prudent demi menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Dari segi pengguna, masyarakat Indonesia bisa dibilang sudah cukup melek kripto. Hingga penghujung Juni 2025, OJK mencatat total nilai transaksi aset kripto di Indonesia telah menembus angka Rp 32,31 triliun. Tren positif juga terlihat dari sisi partisipasi investor, yang kini mencapai 15,85 juta orang per akhir bulan lalu.
Di sisi lain, posisi Indonesia dalam Global Crypto Adoption Index 2024 yang dirilis oleh Chainalysis menunjukkan peningkatan signifikan. Indonesia kini menempati posisi ke-3 dalam peringkat adopsi kripto global, naik dari posisi ke-7 tahun sebelumnya. Capaian ini bahkan menempatkan Indonesia di atas negara-negara besar seperti Amerika Serikat yang turun ke peringkat 4, serta Vietnam di posisi ke-5.


