Volubit.id — Liquid staking (LSt) dan liquid restaking (LRSt) merupakan istilah yang semakin populer di dunia kripto. Kedua istilah ini kerap dipertukarkan satu sama lain, merujuk pada proyek yang mengembangkan protokol penguncian aset untuk mengamankan jaringan blockchain Proof of Stake (PoS).
Kedua konsep ini menawarkan solusi inovatif untuk meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi dalam pengelolaan aset kripto, terutama untuk proses staking aset.
Lantas, apa itu liquid staking (LSt) dan liquid restaking (LRSt)? Bagaimana cara kerja dan apa saja contoh proyeknya?
Pengertian Liquid Staking dan Liquid Restaking
Sebelum mengetahui apa liquid staking dan liquid restaking, wajib tentunya untuk memahami terlebih dahulu konsep staking.
Di dunia kripto, istilah staking telah menjadi konsep yang umum dan banyak digunakan. Secara garis besar, staking adalah cara bagi pemilik kripto untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan keamanan jaringan blockchain.
Proses ini melibatkan penguncian sejumlah kripto dalam jangka waktu tertentu. Para pengguna yang melakukan staking disebut validator atau delegator–yang mendelegasikan aset mereka kepada validator terpercaya.
Token atau aset yang distaking ini akan digunakan oleh validator untuk berpartisipasi memverifikasi transaksi dalam blockchain dan mendapat imbalan. Saat seseorang melakukan staking, mereka mempertaruhkan (stake) aset mereka sebagai jaminan untuk mematuhi aturan jaringan.
Jika seorang validator berbuat curang atau melanggar aturan, seperti memvalidasi transaksi tidak sah atau melakukan manipulasi blok, mereka bisa kehilangan sebagian atau seluruh aset yang di-stake. Risiko kehilangan ini mendorong para validator untuk berperilaku jujur dan menjaga keamanan jaringan.
Selain itu, staking meningkatkan desentralisasi dan ketahanan jaringan. Dengan lebih banyak orang yang melakukan staking, kekuatan pengambilan keputusan tersebar lebih luas, sehingga sulit bagi entitas tertentu untuk menguasai jaringan. Pasalnya, transaksi di jaringan blockchain akan sangat rentan dimanipulasi jika ada satu individu atau kelompok menguasai lebih dari 50% dari total consensus jaringan.
Bagi protokol, staking meningkatkan keamanan dan desentralisasi jaringan. Dengan lebih banyak pengguna yang berpartisipasi dalam staking, jaringan menjadi lebih sulit untuk dimanipulasi.
Bagi pengguna, staking menawarkan beberapa keuntungan, termasuk mendapatkan imbalan pasif, partisipasi dalam pengelolaan jaringan, dan kontribusi mengamankan jaringan dan mencegah serangan.
Staking untuk mengamankan jaringan ini banyak diadopsi oleh berbagai blockchain, termasuk Ethereum, Solana, BNB, Cosmos, Avalanche, Polkadot, Cardano, dll.
Sayangnya, model staking tradisional ini memiliki kekurangan pokok karena staker harus mengunci sepenuhnya aset mereka. Dalam staking tradisional, aset kripto pengguna terkunci dalam jaringan untuk jangka waktu tertentu, yang berarti mereka tidak dapat mengakses atau menggunakan aset tersebut selama periode staking.
Kondisi ini menciptakan masalah likuiditas, terutama bagi investor yang ingin memanfaatkan aset mereka dalam ekosistem Decentralized Finance (DeFi). Liquid staking lantas muncul sebagai solusi dari keterbatasan staking tradisional ini.
Cara kerja liquid staking mengatasi masalah ini ialah dengan memberikan likuiditas melalui token cair derivatif (liquid tokens) yang mewakili nilai dari aset yang di-stake. Token likuid ini bisa digunakan dalam berbagai aplikasi DeFi, seperti perdagangan, pinjaman, atau yield farming. Dengan demikian, pengguna tetap bisa memanfaatkan aset mereka sambil mendapatkan imbalan dari staking.
Setelah keberhasilan liquid staking, muncul ide untuk memanfaatkan token likuid ini lebih jauh. Jika pengguna bisa mendapatkan token likuid dari staking, mengapa tidak menggunakan token ini untuk staking ulang di platform lain? Ide ini bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan dari aset yang sama dengan cara yang lebih efisien.
Liquid restaking adalah konsep lanjutan dari liquid staking yang memungkinkan pengguna untuk menstake kembali token cair yang telah mereka terima dari liquid staking. Ini berarti token cair tersebut dapat digunakan untuk staking lebih lanjut di platform yang berbeda, menciptakan tambahan potensi pendapatan pasif.
Sebagai contoh, setelah pengguna melakukan liquid staking di platform A dan menerima token cair, mereka dapat menggunakan token tersebut untuk restaking di platform B yang mendukung liquid restaking. Proses ini memungkinkan pengguna untuk mengoptimalkan hasil dari aset mereka dengan memanfaatkan berbagai peluang staking yang tersedia di ekosistem kripto.
Proyek LSt dan LRSt ini kebanyakan berada di jaringan Ethereum beserta layer 2-nya. Namun ada juga protokol liquid staking di jaringan lain seperti Cosmos, Polygon, BNB Chain, Polkadot, dan Solana.
Contoh Proyek
Contoh beberapa proyek liquid staking antara lain Lido DAO (LDO), Ankr (ANKR), StakeWise (SWISE), Stafi (FIS), Rocket Pool (RPL), dan Stader Labs (SD). Proyek-proyek ini memiliki token derivatif yang dapat diperdagangkan maupun digunakan dalam berbagai aktivitas DeFi lain, seperti stETH dari Lido; rETH dari Rocket Pool, RETH dari Stafi, sETH2 dan rETH2 dari StakeWise, ETHx dari Stader, dan aETH dari Ankr. Selain Ethereum, ada juga token derivatif Polkadot rDOT dan rATOM dari StaFi; serta MaticX dan BNBx dari Stader.
Sedangkan contoh beberapa proyek liquid restaking antara lain Ether.Fi, Swell, Renzo, Kelp, dan Puffer Finance, yang juga memiliki token cair seperti eETH pada Ether.Fi, swETH (Swell), rzETH (Renzo) kETH (Kelp), serta pETH (Puffer).
FROM CLASSROOM
TO THE MOON
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarangMEMBERSHIP
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarang