Volubit.id — Dalam semesta blockchain dan kripto, keamanan jaringan menjadi salah satu elemen paling penting bagi setiap proyek. Dengan sifatnya yang terdesentralisasi, blockchain mengandalkan kejujuran para peserta jaringan untuk memastikan data tetap valid dan tidak dimanipulasi.
Tapi, sifat terbuka ini juga dihadapkan tantangan besar, terutama dari aktor jahat yang mencoba mengeksploitasi kelemahan sistem. Salah satu ancaman serius yang sering dibahas adalah Sybil Attack, di mana seorang penyerang menciptakan banyak identitas palsu untuk mengambil alih jaringan.
Istilah Sybil diambil dari terminologi psikologi terkenal, yang merujuk pada pasien dengan banyak kepribadian berbeda. Dalam konteks blockchain, istilah ini merujuk pada banyaknya identitas palsu yang diciptakan oleh satu entitas dengan tujuan memanipulasi proses konsensus, merusak keamanan jaringan, atau bahkan mendapatkan keuntungan ilegal seperti double-spending.
Lantas, bagaimana sebenarnya Sybil Attack ini bekerja dan apa dampaknya terhadap dunia blockchain?
Apa Itu Sybil?
Sybil dalam konteks blockchain adalah serangan yang dilakukan dengan cara menciptakan banyak node atau akun palsu dalam jaringan. Penyerang menggunakan identitas palsu ini untuk mempengaruhi atau bahkan mengambil kendali atas keputusan jaringan blockchain.
Dalam jaringan terdesentralisasi seperti blockchain, setiap node dianggap sebagai entitas independen yang memiliki hak suara dalam proses konsensus. Namun, ketika satu pihak mengendalikan mayoritas node, mereka dapat memanipulasi hasil konsensus, yang pada gilirannya sangat berpotensi merusak integritas jaringan.
Contohnya, dalam jaringan yang menggunakan mekanisme konsensus seperti Proof-of-Stake (PoS), penyerang dapat membuat banyak akun untuk meningkatkan peluang mereka menjadi validator.
Dengan kendali mayoritas, mereka dapat memanipulasi transaksi, seperti memvalidasi transaksi ganda (double spending) atau bahkan menyensor transaksi tertentu. Dalam skenario yang lebih ekstrem, serangan Sybil dapat menyebabkan seluruh jaringan lumpuh, dikenal sebagai Denial of Service (DoS).
Bagaimana Sybil Attack Terjadi?
Serangan Sybil terjadi karena kelemahan mendasar dalam sistem terbuka yang memungkinkan siapa saja untuk bergabung tanpa batasan. Penyerang memanfaatkan kemudahan ini dengan menciptakan banyak identitas palsu untuk mendapatkan kendali mayoritas.
Dalam jaringan blockchain, setiap identitas ini bisa berupa akun, alamat, atau node yang seolah independen namun sebenarnya dikendalikan oleh satu entitas.
Bayangkan jaringan blockchain dengan 100 validator, di mana setiap validator memiliki hak suara yang sama. Jika seorang penyerang berhasil menciptakan 51 node, mereka secara efektif memiliki kendali mayoritas atas jaringan. Dengan kekuasaan ini, mereka bisa memutuskan transaksi mana yang valid, menggandakan pengeluaran, atau bahkan menghentikan proses validasi sepenuhnya.
Perlu dicatat pula bahwa mekanisme konsensus tertentu juga menentukan tingkat kerentanan terhadap serangan ini. Misalnya, blockchain dengan Proof-of-Work (PoW) seperti Bitcoin lebih tahan terhadap Sybil Attack karena setiap node harus membuktikan daya komputasinya untuk memvalidasi transaksi.
Upaya membuat banyak node palsu dalam sistem ini memerlukan daya komputasi besar, yang membuat serangan menjadi sangat mahal. Sebaliknya, dalam sistem PoS, penyerang hanya membutuhkan token yang cukup untuk membuat identitas palsu, sehingga risiko serangan bisa lebih tinggi jika tidak ada mekanisme mitigasi tambahan.
Sybil dalam Airdrop
Selain menjadi ancaman dalam konsensus blockchain, Sybil Attack juga sering muncul dalam konteks airdrop, sebuah strategi pemasaran populer di dunia kripto. Airdrop adalah distribusi gratis token kripto kepada pengguna dengan syarat tertentu, untuk membangun komunitas awal proyek. Namun, model ini sering kali menjadi target Sybil Attack, di mana individu atau kelompok menciptakan banyak identitas palsu untuk memperoleh jatah distribusi maksimal airdrop.
Sybil Attack dalam airdrop terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang membuat banyak akun atau alamat wallet. Karena airdrop biasanya didasarkan pada aturan sederhana seperti satu wallet mendapatkan jatah sejumlah token, penyerang dapat memanfaatkan kelemahan ini dengan menyebarkan identitas palsu mereka.
Sebagai contoh, bayangkan sebuah proyek kripto yang memberikan 100 token kepada setiap alamat wallet yang mendaftar. Pelaku Sybil dapat beternak ribuan wallet dengan menggunakan skrip otomatis, sehingga mereka menerima sebagian besar distribusi token. Tindakan ini merugikan proyek karena komunitas sebenarnya tidak mendapatkan benefit penuh. Tujuan airdrop untuk membagi token kepada pengguna yang legitumate pun menjadi gagal dengan sendirinya.
Untuk menghindari Sybil Attack, proyek kripto telah mengembangkan berbagai mekanisme seleksi yang lebih ketat. Salah satu cara adalah menggunakan identitas terverifikasi, di mana peserta airdrop harus membuktikan keaslian mereka dengan melakukan Know Your Customer (KYC). Meskipun efektif, metode ini kerap dikritik lantaran dinilai bertentangan sengan semangat privasi dan anonimitas pada semesta Web3.
Cara alternatif lainnya adalah menggunakan data onchain, seperti rekam jejak aktivitas di blockchain. Misalnya, proyek hanya akan memberikan airdrop kepada wallet dengan riwayat transaksi tertentu atau yang telah berpartisipasi dalam protokol terkait.
Pendekatan ini membantu memastikan bahwa penerima airdrop adalah pengguna yang sah dan bukan identitas palsu. Selain itu, beberapa proyek menggunakan mekanisme snapshot untuk memverifikasi bahwa hanya pemegang token atau aset tertentu pada waktu tertentu yang memenuhi syarat.
FROM CLASSROOM
TO THE MOON
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarangMEMBERSHIP
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarang