Perbedaan Sekuritas vs Komoditas, Mengapa Jadi Masalah Serius dalam Kripto?

Volubit.id — Sekuritas dan komoditas adalah dua instrumen keuangan yang sangat berbeda, tidak hanya dari segi kelas aset tetapi juga dari segi regulasi. Dalam sebuah negara, biasanya sekuritas dan komoditas diatur oleh dua lembaga yang berbeda.

Di Indonesia, misalnya, sekuritas harus tunduk pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di bawah Kementerian Keuangan. Sementara komoditas saat ini berada dalam pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di Kementerian Perdagangan.

Dalam industri kripto klasifikasi sekuritas dan komoditas telah menjadi perdebatan panjang selama beberapa tahun terakhir. Klasifikasi ini dianggap penting karena bisa mempengaruhi cara mata uang digital itu dijual dan siapa saja yang bisa menerbitkannya.

Masalah ini masih belum terselesaikan dan mungkin akan sulit menemui kesepakatan secara global mengingat pasar kripto sangat luas. Setiap keputusan bisa jadi akan bergantung pada jenis tokennya.

Berikut ini perbedaan antara sekuritas dan komoditas, serta pembahasan apakah mata uang kripto harus diklasifikasikan ke dalam keduanya.

Apa Itu Sekuritas?

Dilansir dari CoinDesk, sekuritas adalah instrumen keuangan yang nilai asetnya melekat pada kinerja penerbitnya, seperti saham, obligasi, dan juga derivatif. Secara global, sekuritas didefinisikan sebagai ‘kontrak investasi’, yang artinya seseorang bisa menginvestasikan uangnya dan mendapatkan keuntungan dari usaha yang dilakukan oleh pembuat kontrak.

Definisi ini diperoleh pada 1946 saat terjadi tuntutan hukum antara Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) AS dengan W.J. Howey Co. SEC merupakan lembaga yang mengatur dan mengawasai sekuritas di AS.

Dari perkara tersebut, lahirlah Howey Test, kerangka hukum resmi yang digunakan Mahkamah Agung AS dalam menentukan apakah suatu transaksi memenuhi syarat sebagai kontrak investasi dan harus diatur dalam undang-undang sekuritas.

Howey Test juga digunakan oleh SEC dalam beberapa kasus gugatan terhadap perusahaan kripto, seperti kasus The DAP, Ripple, dan Dapper Labs.

Apa Itu Komoditas?

Komoditas adalah barang fisik yang dapat diperdagangkan, disimpan dalam jangka waktu lama, dan dipertukarkan dengan sejenisnya. Komoditas juga biasanya dapat diperjualbelikan investor di bursa berjangka.

Contoh Komoditas adalah logam mulia, seperti emas dan perak, serta produk pertanian, seperti jagung dan gandum, yang diperdagangkan berdasarkan harga saat ini di pasaran.

Perdebatan Klasifikasi Kripto

Komisi Perdagangan Berjangka dan Komoditas (CFTC) AS telah mengklasifikasikan mata uang kripto, seperti Bitcoin dan Ethereum, sebagai komoditas berdasarkan Commodity Exchange Act (CEA). CFTC berpendapat, bitcoin merupakan komoditas karena setiap BTC memiliki nilai yang sama dan dapat dipertukarkan di bursa.

Namun lain halnya dengan SEC, yang justru mengklasifikasikan Ethereum dan token-token kripto lainnya sebagai sekuritas. Ketika banyak proyek kripto melakukan Initial Coin Offering (ICO), SEC mengeluarkan kerangka kerja kontrak investasi aset digital pada 2019.

Melalui kerangka kerja tersebut, SEC mengungkapkan ada banyak ICO yang tokennya tidak memiliki utilitas sebagai media pembayaran atau aset penyimpanan nilai, yang membuat token itu akhirnya diklasifikasikan sebagai sekuritas, bukan komoditas.

Salah satu ICO yang terjerat kasus hukum dengan SEC adalah Kik. Saat itu CEO Kik Ted Livingston tidak sengaja memberi tahu banyak orang bahwa mereka bisa mendapatkan keuntungan berlipat dengan membeli token Kik.

SEC kemudian menggugat Kik karena proyek tersebut dianggap telah menjanjikan investor dengan keuntungan yang tinggi. Kik dijatuhi hukuman denda sebesar $5 juta.

Jika sebuah proyek kripto dikelola oleh entitas terpusat yang bertanggungjawab meningkatkan nilai token demi memberikan keuntungan kepada investor, maka besar kemungkinan proyek tersebut akan dianggap sebagai sekuritas. Pengembang proyek harus mendapatkan lisensi dari SEC dan tunduk pada undang-undang yang berlaku.

Namun, dengan sifatnya yang terdesentralisasi, komunitas menganggap kripto seharusnya tidak diklasifikasikan sebagai sekuritas. Alih-alih dikelola pihak ketiga, proyek kripto yang menggunakan mekanisme konsensus proof-of-stake menyerahkan seluruh tata kelola kepada decentralized autonomous organization (DAO).

Artinya, investor ikut berpartisipasi dalam pertumbuhan proyek dengan cara mempertaruhkan koin, menjadi validator, dan memberikan suara dalam voting DAO. Kondisi ini yang membuat sebuah proyek kripto tidak lulus Howey Test sehingga tidak diklasifikasikan sebagai sekuritas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *