STBL Curi Perhatian Degen di Tengah Hype ASTER

Volubit.id — Proyek stablecoin onchain anyar, STBL, belakangan mencuri perhatian komunitas kripto terutama di tengah hiruk-pikuk perbincangan ASTER yang tengah melejit. Nama STBL semakin sering dipergunjingkan terutama di Twitter. Pasalnya, proyek ini masih terbilang early alias baru saja mendarat, namun punya backing nama besar yang cukup kuat.

Token ini melesat dari harga debut di bawah tiga sen dolar menjadi sekitar $0,5 hanya dalam hitungan pekan. Kapitalisasi pasarnya menembus $250 juta dolar dengan fully diluted value (FDV) di atas $5 miliar. Lonjakan tajam ini membuat STBL jadi bahan obrolan hangat di komunitas trader, terutama para degen yang terbiasa memburu token baru dengan potensi cuan berlipat.

Dinamika pergerakan harga STBL tidak bisa dilepaskan dari momentum pasar. Token Generation Event (TGE) pada 16 September 2025 menjadi titik awal. Proyek ini berhasil mecuri start di tengah euforia komunitas yang juga menanti launching token XPL dari proyek stablecoin lain Plasma Finance. Dalam tempo singkat, arus modal masuk deras menuju STBL. Listing di sejumlah bursa besar seperti Binance Alpha, Kraken, KuCoin, hingga Gate.io membuat akses semakin mudah, sekaligus menambah likuiditas dan memperbesar atensi pasar.

Lonjakan harga juga diperkuat oleh sentimen positif di media sosial. Sejumlah trader di X (Twitter) menyebut STBL sebagai kandidat “next big thing” setelah ASTER, token native bursa perpetual anyar saingan Hyperliquid yang dibacking Binance dan lebih dulu memanas.

Di balik STBL berdiri nama-nama besar. Reeve Collins, salah satu co-founder sekaligus mantan Bos Tether (USDT), menjadi motor utama proyek ini. Ambisi mereka cukup sederhana: mentransformasi aset dunia nyata (real world assets/RWA) seperti dana pasar uang menjadi stablecoin likuid, tanpa mengorbankan yield aset dasar.

Struktur STBL juga berbeda. Ia merupakan token governance untuk stablecoin baru bernama USST, yang dipatok 1:1 terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bedanya dengan stablecoin konvensional, USST dibangun dengan mekanisme yield-splitting. Pengguna bisa mencetak USST dengan menyetor aset RWA seperti tokenized Treasuries dari Franklin Templeton (BENJI) atau Ondo (USDY). Hasil bunga dari aset dasar itu kemudian tidak hilang, melainkan ditangkap lewat NFT non-transferable bernama YLD. Sementara itu, semua revenue protokol didistribusikan untuk buyback STBL.

Kehadiran model ini menjawab kelemahan USDT yang selama ini menyimpan hasil bunga untuk perusahaan. Pada USST, yield dari stablecoin sepenuhnya dikembalikan untuk komunitas, sehingga holder STBL berpotensi mendapat keuntungan jangka panjang. Dengan desain tiga token, protokol ini mencoba mengatasi dilema lama antara likuiditas dan return.

Kendati begitu, STBL bukan tanpa catatan miring sama sekali. Likuiditas STBL masih tergolong tipis dibanding stablecoin besar. Akibatnya, volatilitas harga token akan mudah terpicu oleh arus modal masuk maupun keluar. Suplai token yang beredar baru 500 juta dari total maksimal 10 miliar, sementara vesting untuk tim dan insider baru dimulai enam bulan hingga satu tahun mendatang yang bisa menjadi sinyal tekanan jual di masa depan, terutama untuk investor long term.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *