Volubit.id — Sejak mencapai all-time high (ATH) pada pertengahan Agustus, Bitcoin kini berada dalam tren menurun. Harga sempat merosot hingga menyentuh level $108.000, sebelum kembali pulih ke kisaran $110.000.
Volatilitas yang meningkat ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan investor, apakah pasar tengah memasuki fase bearish jangka panjang, ataukah ini hanya koreksi sementara?
Platform analitik on-chain Glassnode dalam laporan mingguan terbarunya ‘Accumulating in the Gap’, mengungkapkan, metrik UTXO Realized Price Distribution (URPD) dapat membantu memahami pada harga berapa unit-unit Bitcoin (disebut UTXO, atau Unspent Transaction Output) terakhir kali tercatat.
Dengan kata lain, URPD bisa menunjukkan di level harga mana mayoritas investor membeli Bitcoin. Informasi ini berguna untuk membaca perilaku pasar dan area harga yang dianggap menarik oleh investor.
Jika membandingkan data per 13 Agustus dengan kondisi terkini, terlihat pola yang menarik. Banyak investor justru memanfaatkan penurunan harga Bitcoin di kisaran $108.000–$116.000. Area ini sebelumnya disebut sebagai “air gap”, karena relatif sedikit aktivitas pembelian di level tersebut. Namun kini, area itu mulai terisi oleh akumulasi baru.
Fenomena ini menunjukkan, investor melakukan strategi klasik “buy the dip”, yaitu membeli aset ketika harganya turun dengan harapan akan mendapatkan keuntungan di masa depan. Dari sisi jangka panjang, pola akumulasi seperti ini terbilang sehat karena menunjukkan adanya kepercayaan investor pada prospek Bitcoin.
Namun, perlu dicatat kondisi ini tidak serta merta menghapus risiko penurunan lebih lanjut dalam jangka pendek hingga menengah. Artinya, meski tren jangka panjang terlihat konstruktif, investor tetap harus waspada terhadap potensi koreksi harga di waktu dekat.
Saat ini, Bitcoin sedang bergerak di area harga yang sangat menentukan arah tren berikutnya. Dalam kondisi seperti ini, perilaku pemegang jangka pendek atau short-term holders (STH) yakni investor yang baru membeli Bitcoin dalam beberapa minggu atau bulan terakhir, menjadi sangat penting.
Keuntungan atau kerugian yang belum mereka realisasikan (unrealized profit/loss) sering kali menjadi pemicu psikologis utama. Ketika harga bergerak naik atau turun dengan cepat, para pemegang jangka pendek ini cenderung bereaksi secara emosional.
Jika tiba-tiba untung, mereka mungkin cepat menjual. Sebaliknya, jika tiba-tiba rugi, mereka bisa panik dan ikut melepas asetnya. Pola inilah yang kerap membentuk puncak (top) maupun dasar (bottom) harga dalam jangka pendek.
Ketika harga Bitcoin jatuh ke $108.000, persentase pasokan pemegang jangka pendek yang masih dalam posisi untung anjlok drastis, dari lebih dari 90% menjadi hanya 42%. Ini gambaran klasik pasar yang sebelumnya “terlalu panas” kemudian berubah mendadak menjadi penuh tekanan.
Situasi seperti ini biasanya memicu aksi jual panik dari mereka yang membeli di harga atas. Namun, setelah gelombang penjualan tersebut reda, sering kali pasar justru mulai stabil kembali. Pola inilah yang menjelaskan mengapa harga kemudian bisa bangkit lagi dari $108.000 ke sekitar $112.000.
Saat ini, dengan harga terbaru, lebih dari 60% pemegang jangka pendek kembali berada dalam posisi untung. Ini menunjukkan kondisi yang relatif netral, tidak terlalu ekstrem seperti beberapa minggu lalu.
Meski begitu, situasi ini masih rapuh. Untuk benar-benar memulihkan kepercayaan pasar, harga perlu bertahan di atas $114.000–$116.000. Di level itu, lebih dari 75% pemegang jangka pendek akan kembali untung sehingga bisa menciptakan rasa percaya diri baru yang cukup untuk menarik permintaan segar dan mendorong kenaikan harga berikutnya.
Permintaan ETF Mulai Melambat
Selain melihat pergerakan di pasar berjangka, kondisi pasar kripto juga bisa dipantau melalui arus dana exchange-traded fund (ETF) spot. Data ini mencerminkan seberapa kuat permintaan dari investor institusional yang berasal dari sektor keuangan tradisional (traditional finance atau TradFi).
Pada periode Mei hingga Agustus 2025, arus masuk dana ke ETF Ethereum sempat melonjak tajam, mencapai 56.000–85.000 ETH per hari (berdasarkan rata-rata bersih 14 hari). Lonjakan besar inilah yang menjadi salah satu faktor utama pendorong Ethereum mencetak harga ATH baru.
Namun, tren tersebut tidak bertahan lama. Dalam sepekan terakhir, angka itu turun drastis menjadi hanya 16.600 ETH per hari. Penurunan tajam ini menunjukkan melemahnya permintaan seiring dengan harga yang ikut terkoreksi dari puncaknya.
Situasi serupa juga terlihat pada Bitcoin. Sejak April, arus masuk ETF Bitcoin sempat konsisten di atas 3.000 BTC per hari, yang menandakan antusiasme besar dari investor institusional. Akan tetapi, sejak Juli tren ini mulai melemah. Kini, rata-rata arus masuk 14 hari hanya sekitar 540 BTC per hari, jauh lebih rendah dibanding beberapa bulan sebelumnya.
Jika digabungkan, data Ethereum dan Bitcoin ini menunjukkan adanya kontraksi dalam daya beli investor TradFi. Artinya, dorongan likuiditas dari institusi tradisional yang sebelumnya memperkuat reli harga kini mulai mengendur. Pelemahan permintaan ini berjalan seiring dengan tren koreksi yang lebih luas di pasar kripto dalam beberapa minggu terakhir.
FROM CLASSROOM
TO THE MOON
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarangMEMBERSHIP
Jadilah bagian dari kelas kripto eksklusif pertama di Bandung
Daftar sekarang