Volubit.id — Saham Twenty One Capital Inc. (XXI), perusahaan treasury Bitcoin yang didukung Tether dan dipimpin pendiri Strike Jack Mallers, anjlok pada hari pertama perdagangannya di New York Stock Exchange (NYSE), 9 Desember 2025 waktu setempat. Penurunan tajam ini terjadi berlawanan arah dengan harga Bitcoin yang justru naik sekitar 3%.
Harga saham XXI sebenarnya naik dari pembukaan $10,74 ke $11,42 saat penutupan. Tetapi karena XXI masuk lewat mekanisme akuisisi–bukan IPO–dengan mengakuisisi Cantor Equity Partners, pasar tidak memakai harga pembukaan sebagai acuan. Patokan yang dipakai adalah harga penutupan Cantor sebelum merger, yakni $14,27.
Implikasinya, ketika saham XXI menutup hari pertama di $11,42, pasar membacanya sebagai penurunan sekitar 20% dibanding harga saham Cantor. Pergerakan itu dihitung sebagai penurunan nilai setelah akusisi, bukan sebagai naik-turunnya harga dari angka pembukaan hari itu. Cantor sendiri adalah perusahaan cangkang yang IPO lebih dulu untuk kemudian bergabung dengan perusahaan target, dalam hal ini XXI.
Anyone else add Twenty One Capital Inc $XXI to the portfolio? pic.twitter.com/mrO5e0rONV
— King Of Free Time (@KingOfFreeTime) December 9, 2025
Debut merah merona ini menambah tekanan pada sektor digital asset treasury (DAT) yang dalam beberapa bulan terakhir terpukul koreksi pasar kripto global.
Twenty One sendiri merupakan DAT pemilik Bitcoin korporat publik terbesar ketiga di dunia, di bawah Strategy dan MARA Holdings. Twenty One masuk ke pasar dengan bekal 43.514 Bitcoin senilai lebih dari $4,05 miliar. Perusahaan ini mayoritas dimiliki Tether dan Bitfinex dengan kepemilikan minoritas dari SoftBank.
Perusahaan ini mengaku berfokus pada pengembangan layanan keuangan berbasis Bitcoin dan menyatakan akan membangun produk pinjaman serta instrumen pasar modal berbasis Bitcoin. Terlepas dari klaim model bisnis pokoknya, Twenty One sebagai pesaing langsung Strategy, raksasa DAT Bitcoin yang dipimpin Michael Saylor.
Sektor DAT sendiri kini sedang menghadapi tekanan struktural, terutama karena metrik nilai perusahaan relatif terhadap kepemilikan kripto (market net asset value/mNAV) tak lagi mampu menopang valuasi tinggi seperti awal 2025. Perusahaan DAT kini semakin sulit menggalang modal baru, sementara pasar menuntut diferensiasi bisnis yang riil.
Skeptisisime tehadap model bisnis DAT ini sedang memuncak belakangan, termasuk dari Wall Street yang selama ini jadi indikator sentimen raksasa finansial. Pada akhir November lalu, JPMorgan dalam beberapa pekan terakhir, menyampaikan outlook mereka ihwal kemungkinan saham Strategy (MSTR) didepak dari indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) karena struktur perusahaannya dinilai terlalu menyerupai dana investasi berbasis Bitcoin.
Struktur bisnis perusahaan yang hanya menjadi proxy bagi BTC di pasar modal ini dinilai semakin kehilangan daa pikatnya terutama setelah masuknya Exchange Traded Fund (ETF) Bitcoin sejak debut di pasar Amerika Serikat (AS) pada 2024 lalu.
Data Coingecko saat ini menunjukkan sedikitnya 16 dari 151 perusahaan treasury Bitcoin diperdagangkan di bawah mNAV. Dengan DAT secara kolektif memegang 5% suplai Bitcoin global setara 1.083.272 BTC, pergerakan sektor ini dapat mempengaruhi volatilitas harga koin.

Sentimen terhadap DAT kripto ini juga tercermin dari pergerakan harga saham mereka. Sepanjang November, banyak perusahaan DAT yang berdarah sebelum kemudian berhasil rebound pada Desember. Saham Strategy (MSTR) anjlok hampir 33% sebelum rebound 12,3% hingga 9 Desember. MARA Holdings merosot 36,53% pada November dan naik 8,76% pada Desember. Metaplanet melemah 17,7% pada November dan naik 3,45% pada Desember. Bitmine Immersion Technologies (BMNR) yang meypakan DAT Ethereum terbesar turun 26% pada November sebelum menguat 28,4% persen pada Desember.
Dengan debut yang langsung dihantam aksi jual, Wall Street memberi sinyal bahwa ambisi besar Twenty One sebagai pemain baru DAT belum cukup menenangkan investor yang masih berhitung dengan risiko sektor treasury Bitcoin.


