Waspada Risiko Likuidasi Perusahaan Treasury Kripto, Bisa Perparah Kondisi Bearish

Volubit.id — Risiko pada perusahaan publik yang menyimpan Bitcoin dan aset kripto di neraca keuangannya atau dikenal sebagai Digital Asset Treasury (DAT) kian meningkat. Seiring hilangnya premi saham terhadap nilai aset bersih (Net Asset Value/NAV), tekanan likuiditas di sektor ini memunculkan kekhawatiran baru: potensi likuidasi aset kripto yang justru dapat memperparah fase pasar bearish.

Selama 2024 hingga awal 2025, model DAT berkembang pesat karena saham perusahaan-perusahaan ini diperdagangkan dengan premi besar. Dengan kondisi tersebut, perusahaan dapat menerbitkan saham pada harga tinggi untuk membeli Bitcoin atau Ethereum, sehingga meningkatkan jumlah aset kripto per saham. Praktik ini membuat DAT dipandang sebagai proksi leverage terhadap harga kripto.

Perusahaan publik yang menjadikan Bitcoin dan aset kripto sebagai inti neraca keuangannya kini menghadapi fase paling menantang sejak model DAT mulai populer. Di tengah melemahnya harga kripto dan berkurangnya minat risiko investor global, mekanisme yang sebelumnya mendorong ekspansi agresif kini justru menjadi sumber kerentanan baru. Kekhawatiran utama pasar bukan lagi soal potensi keuntungan, melainkan risiko likuidasi aset kripto dalam skala besar yang dapat memperpanjang bahkan memperdalam tren bearish.

Pada fase awal, pertumbuhan DAT ditopang oleh satu faktor kunci: premi saham terhadap nilai aset bersih (Net Asset Value/NAV). Saham perusahaan-perusahaan ini diperdagangkan jauh di atas nilai Bitcoin atau Ethereum yang mereka pegang. Kondisi tersebut memungkinkan manajemen menerbitkan saham pada harga tinggi untuk membeli kripto, sehingga jumlah aset kripto per saham terus meningkat. Strategi ini membuat DAT dipandang sebagai proksi leverage terhadap pasar kripto, sekaligus alat untuk mengungguli kinerja harga Bitcoin atau Ethereum secara langsung.

Tapi, sejak memasuki kuartal akhir 2025, lingkungan makro dan pasar kripto berubah. Data Glassnode menunjukkan harga Bitcoin telah berada di bawah kuantil 0,75 sejak pertengahan November. Artinya, lebih dari seperempat suplai Bitcoin saat ini berada dalam kondisi rugi belum terealisasi. Tekanan ini menggerus kepercayaan pasar terhadap prospek jangka pendek, sekaligus mengurangi minat untuk membayar premi tinggi atas eksposur kripto melalui saham perusahaan.

Dampaknya terlihat jelas pada kinerja saham perusahaan DAT. Berdasarkan data Artemis, nilai kapitalisasi pasar perusaah DAT Bitcoin saat ini mencapai sekitar $68,3 miliar turun sekitar 27% dalam satu bulan terakhir dan hampir 41% dalam tiga bulan. Penurunan ini jauh lebih dalam dibandingkan Bitcoin itu sendiri, yang hanya terkoreksi sekitar 13% hingga 16% pada periode yang sama. Perbedaan ini menegaskan bahwa saham DAT kini bertindak sebagai instrumen berisiko tinggi yang memperbesar kerugian, bukan sekadar proksi sederhana atas harga kripto.

Di luar Bitcoin, perusahaan-perusahaan DAT berbasis aset lain seperti ETH, SOL, BNB dan HYPE juga menunjukkan tren krisis penurunan tajam serupa. Rasio mNAV seluruh DAT semua mengalami longsoran parah. Terparah, penurunan dialami DAT BNB yang sempat menyentuh rasio 5,9 dalam periode kuartalan terakhir di mana kini angkanya turun ke 1,6 saja.

Turunya rasio mNAV ini dipicu penurunan harga saham DAT. Kondisi ini secara langsung menekan premi terhadap NAV. Strategy, perusahaan treasury Bitcoin terbesar dunia, kini hanya diperdagangkan sekitar 1,15 kali NAV. BitMine, pemain terbesar di segmen Ethereum treasury, berada di kisaran 1,17 kali NAV. Angka-angka tersebut masih di atas nilai aset bersih, tetapi jauh dari masa ketika saham DAT diperdagangkan hingga 2,5 kali nilai aset bersihnya. Dalam kondisi mendekati 1, ruang untuk menerbitkan saham secara akretif semakin sempit.

Risiko terbesar muncul ketika rasio pasar terhadap NAV turun di bawah 1. Dalam skenario tersebut, penerbitan saham baru tidak lagi menciptakan nilai, melainkan justru melunturkan kepemilikan pemegang saham lama. Strategy sendiri telah mengakui risiko ini dengan menyatakan bahwa jika mNAV jatuh di bawah paritas atau nilai aset bersih, perusahaan akan mempertimbangkan menjual Bitcoin untuk menjaga likuiditas. Langkah semacam itu bisa menciptakan lingkaran umpan balik negatif, di mana tekanan pada saham memaksa penjualan Bitcoin, yang kemudian menekan harga Bitcoin dan kembali melemahkan saham perusahaan.

Pada Binance Blockchain Week 2025 belum lama ini, Bos Strategy Michael Saylor menyatakan perusahaan itu akan menjual Bitcoin jika harga saham ada di bawah NAV Bitcoin untuk mengelola risiko dan lindungi nilai.

Ironisnya, di tengah tekanan rasio remi ang terus menipis, Strategy malah terus menambah kepemilikan Bitcoin. Pada 8 Desember, perusahaan tersebut mengumumkan pembelian 10.624 BTC senilai sekitar $963 juta. Aksi ini menjadi pembelian mingguan terbesarnya sejak Juli. Total kepemilikan Strategy kini mencapai 660.624 BTC atau lebih dari 3% dari suplai global dengan nilai sekitar $60 miliar pada harga pasar saat ini. Meski posisi ini masih mencatat keuntungan belum terealisasi lebih dari $10 miliar, sumber pendanaannya kini jauh lebih sensitif terhadap pergerakan harga saham.

Pada awal Desember, Strategy juga mengumumkan penggalangan cadangan kas sekitar $1,44 miliar. Dana ini dimaksudkan untuk memastikan kemampuan membayar kupon utang dan dividen hingga 2026 tanpa harus menjual Bitcoin. Langkah tersebut menandai perubahan fokus manajemen dari strategi agresif menuju upaya bertahan dalam skenario pasar yang lebih buruk.

Di sisi lain, BitMine mencoba membedakan diri dengan membangun model treasury berbasis hasil (yield). Perusahaan ini mempercepat akumulasi Ethereum hingga total kepemilikan mencapai sekitar 3,86 juta ETH atau 3,2% dari suplai beredar, dengan target jangka menengah 5%. BitMine berencana memanfaatkan staking untuk menghasilkan lebih dari 100.000 ETH per tahun mulai 2026. Strategi ini diharapkan menciptakan arus kas operasional, bukan hanya mengandalkan kenaikan harga aset.

Grafik total nilai ETH dalam dolar AS yang dimiliki BitMine.
Grafik total nilai ETH dalam dolar AS yang dimiliki BitMine.

Kendati demikian, pendekatan ini tidak bebas risiko. Pendapatan dari staking baru akan terealisasi dalam beberapa tahun ke depan, sementara Ethereum secara historis cenderung mengalami penurunan lebih tajam dibandingkan Bitcoin pada periode tekanan pasar. Selama fase transisi ini, BitMine tetap menghadapi volatilitas harga dan risiko likuiditas yang sama dengan pemain DAT lainnya.

Kerentanan sektor DAT diperparah oleh corak yang sangat terkonsentrasi. Strategy misal, menguasai lebih dari 80% Bitcoin yang dimiliki seluruh sektor DAT dan sekitar 72% dari total kapitalisasi pasarnya. Artinya, keputusan satu perusahaan memiliki dampak sistemik terhadap seluruh kategori. Jika Strategy dipaksa melakukan likuidasi atau kehilangan dukungan dari investor pasif dan indeks, efeknya berpotensi menyebar ke seluruh sektor dan pasar kripto secara umum.

Faktor lain yang menggerus daya tarik DAT adalah semakin mudahnya akses langsung ke kripto melalui ETF spot. Investor kini dapat membeli Bitcoin dan Ethereum dengan harga mendekati NAV, biaya lebih rendah, serta tanpa risiko tata kelola perusahaan. Kondisi ini menghilangkan alasan utama membayar premi untuk saham perusahaan treasury kripto.

Dengan premi yang terus menyusut, likuiditas yang menipis, dan konsentrasi risiko yang tinggi, sektor DAT kini berada dalam fase rawan. Jika tekanan ini berujung pada penjualan aset kripto oleh perusahaan-perusahaan besar, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pemegang saham, tetapi juga berpotensi menambah tekanan jual di pasar kripto global. Situasi inilah yang membuat risiko DAT kini dipandang sebagai salah satu faktor yang dapat memperpanjang dan memperdalam fase bearish yang sedang berlangsung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *