Volubit.id — Mekanisme token vesting semakin banyak diterapkan dalam proyek kripto untuk menjaga stabilitas ekosistem serta memastikan komitmen jangka panjang para pemangku kepentingan. Dalam industri kripto, vesting merujuk pada proses penguncian token atau koin selama periode tertentu sebelum dapat sepenuhnya diakses atau diperdagangkan oleh pemiliknya.
Praktik ini lazim digunakan dalam initial coin offerings (ICO), penjualan token, hingga berbagai skema penggalangan dana berbasis blockchain. Tujuannya adalah mencegah investor awal menjual token secara cepat yang berpotensi mengganggu harga dan merugikan keberlangsungan proyek.
Cara Kerja Token Vesting
Vesting biasanya diatur melalui jadwal yang mencakup masa tunggu atau cliff sebelum token mulai dilepas secara bertahap. Sebagai contoh, sebuah proyek dapat menetapkan cliff satu tahun, kemudian mendistribusikan token dalam pembayaran bulanan secara merata.
Skema ini sering diberlakukan kepada tim inti, pendiri, penasihat, hingga investor awal demi menjaga keselarasan kepentingan dengan arah pengembangan proyek.
Untuk memastikan proses berjalan transparan, vesting umumnya diterapkan melalui smart contract di blockchain. Mekanisme otomatis ini memberikan kepastian bagi komunitas bahwa token hanya akan dilepas sesuai jadwal, sekaligus memperlihatkan komitmen jangka panjang dari pihak internal.
Setelah periode vesting berakhir, token yang sebelumnya terkunci akan dilepas dengan berbagai metode, biasanya dilakukan dalam beberapa tahap atau tranche. Pemegang token kemudian dapat mengakses dan memindahkan token tersebut sesuai aturan yang berlaku.
Jenis-jenis Vesting dalam Proyek Kripto
Terdapat beberapa bentuk vesting yang diterapkan di berbagai proyek kripto:
- Time-based vesting: Token dilepas secara bertahap dalam kurun waktu tertentu
- Milestone-based vesting: Token baru dirilis setelah proyek mencapai tonggak pengembangan tertentu
- Hybrid vesting: Menggabungkan unsur waktu dan pencapaian
- Reverse vesting: Token diberikan langsung di awal, namun dapat ditarik kembali (buyback) jika pemegang tidak memenuhi kewajiban atau komitmen yang disyaratkan.
Contoh Token Vesting dalam Proyek Kripto
1. Uniswap (UNI)
Proyek Uniswap menerapkan mekanisme vesting yang cukup ketat untuk menjaga stabilitas ekosistem token UNI. Dari total pasokan 1 miliar UNI, sekitar 21,27% dialokasikan untuk tim internal dengan jadwal vesting selama empat tahun.
Selain itu, 18,04% diberikan kepada investor awal dengan periode vesting yang sama sehingga mencegah aksi jual cepat saat token diluncurkan. Setelah periode vesting selesai, Uniswap menerapkan tingkat inflasi tetap 2% per tahun sebagai insentif partisipasi dalam tata kelola platform.
2. Synthetix (SNX)
Synthetix menggunakan sistem vesting berbasis escrow untuk token SNX. Semua rewards yang diperoleh dari aktivitas staking akan dikunci selama 12 bulan sebelum dapat di-vest oleh pemegang token. Mekanisme ini memastikan peserta staking benar-benar berkomitmen pada jangka panjang.
Selain itu, alokasi awal token untuk tim memiliki cliff selama tiga bulan dan kemudian di-vest secara kuartalan selama 33 bulan. Pendekatan bertahap ini menghindari konsentrasi token di tangan pihak internal dalam waktu singkat.
Manfaat Vesting bagi Ekosistem Kripto
Penerapan vesting dinilai memberikan sejumlah keuntungan bagi proyek dan investor. Selain memastikan komitmen jangka panjang dari tim pengembang dan penasihat, mekanisme ini juga membantu meredam volatilitas harga yang diakibatkan aksi jual cepat dari pihak internal.
Lebih jauh, periode vesting memberi waktu bagi proyek untuk mengembangkan produk dan layanan secara lebih matang, sehingga meningkatkan kepercayaan publik dan memberikan landasan lebih stabil untuk pertumbuhan ekosistem.
Sebagai salah satu elemen penting dalam tata kelola token, vesting diperkirakan akan menjadi standar dalam peluncuran proyek kripto di masa mendatang, seiring meningkatnya tuntutan transparansi dan keamanan bagi para investor.


