Volubit.id — Dunia kripto sedang menghadapi hantu baru yang tidak bisa diatasi hanya dengan patch keamanan atau pembaruan firmware. Namanya komputer kuantum, mesin komputasi yang bekerja memakai aturan fisika paling aneh yang pernah dipahami manusia. Ketika Google memperkenalkan chip kuantum Willow pada Desember 2024, komunitas kripto seperti tersentak dari tidur siang yang panjang.
Chip dengan 105 qubit itu diklaim mampu menyelesaikan perhitungan yang bagi superkomputer biasa akan memakan waktu 10 septiliun tahun, hanya dalam hitungan menit. Bagi dunia Bitcoin dan Ethereum, ini bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi peringatan dini bahwa tata keamanan digital mereka mungkin tidak akan selamanya aman.

Kekhawatiran itu sederhana. Apakah teknologi yang menopang mata uang digital bernilai triliunan dolar masih bisa bertahan ketika berhadapan dengan mesin kuantum yang jauh lebih kuat? Jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak. Kriptografi modern berdiri di atas asumsi bahwa beberapa masalah matematika sangat sulit dan memakan waktu lama untuk dipecahkan komputer klasik. Namun komputer kuantum bermain dengan aturan berbeda.
Dengan qubit yang bisa berada dalam dua keadaan sekaligus serta bisa saling terhubung oleh fenomena entanglement, mesin ini sanggup menjalankan perhitungan paralel dalam jumlah yang tidak mungkin dilakukan komputer biasa.
Di sinilah dua algoritma ikonik sering disebut sebagai biang kerok potensi bencana. Algoritma Shor yang ditemukan pada 1994 membuat pemfaktoran bilangan besar menjadi jauh lebih cepat. Jika algoritma ini dijalankan pada komputer kuantum yang cukup kuat, maka Elliptic Curve Digital Signature Algorithm yang menjadi fondasi keamanan Bitcoin dan Ethereum akan rawan dibobol.
Begitu kunci privat bisa ditebak dari kunci publik, seluruh desain keamanan blockchain runtuh. Bayangkan penyerang yang cukup canggih mengakses ribuan wallet hanya karena alamat publiknya tercatat di blockchain. Skenario seperti ini bukan lagi fiksi ilmiah.
Ada pula Algoritma Grover yang memberikan percepatan besar untuk brute-force. Dalam konteks Bitcoin, dampaknya memang tidak mematikan, tetapi tetap signifikan. Tingkat keamanan hash 256-bit akan turun secara efektif menjadi setara 128-bit. Tidak langsung membuat blockchain kolaps, namun cukup untuk membuat para pengembang dan peneliti keamanan tidak bisa lagi tidur nyenyak.
Lalu muncul pertanyaan penting. Seberapa dekat ancaman itu sebenarnya. Willow memang mengesankan, tetapi jauh dari kemampuan untuk menyerang kriptografi kelas industri.
Penelitian University of Sussex memperkirakan perlu sekitar 13 juta qubit untuk memecahkan enkripsi Bitcoin dalam sehari. Willow baru punya seratusan qubit. Itu pun baru qubit fisik, bukan qubit logis yang stabil dan bisa diandalkan. Untuk mendapatkan satu qubit logis, diperlukan ratusan bahkan ribuan qubit fisik.
Dengan bahasa sederhana, komputer kuantum yang benar-benar dapat membongkar Bitcoin masih membutuhkan lompatan teknologi yang diperkirakan memakan waktu satu hingga dua dekade.
Walau masih jauh, ancamannya tidak bisa dianggap enteng. Fenomena yang disebut harvest now decrypt later membuat para peretas tidak perlu menunggu mesin sempurna untuk mulai bergerak. Mereka cukup mengumpulkan data terenkripsi hari ini untuk dibuka nanti ketika teknologi sudah matang. Untuk penyimpanan aset jangka panjang, risiko semacam ini tidak boleh diabaikan.
Untungnya dunia kriptografi tidak tinggal diam. NIST telah menetapkan standar algoritma pasca-kuantum seperti CRYSTALS-Kyber dan Dilithium yang dirancang mampu bertahan dari serangan kuantum. Di sisi lain, beberapa blockchain mulai memikirkan masa depan mereka.
Tapi Bitcoin tetap berada dalam posisi yang lebih rumit. Perubahan protokol inti memerlukan konsensus global dari ribuan node. Deloitte bahkan memperkirakan sekitar seperempat dari total Bitcoin yang beredar tersimpan dalam alamat lama yang kunci publiknya sudah terlanjur terekspos. Termasuk coin milik Satoshi yang menjadi incaran empuk bagi siapa pun yang kelak menguasai komputer kuantum supercanggih.
Hampir semua ahli sepakat bahwa ancaman kuantum tidak hadir dalam hitungan bulan. Tetapi mengabaikannya justru merupakan risiko paling berbahaya. Industri kripto harus mulai berlari sekarang juga. Pertanyaannya bukan lagi apakah komputer kuantum suatu hari bisa memecahkan enkripsi kripto. Yang lebih penting adalah apakah ekosistem kripto bisa bertransisi cukup cepat sebelum hari itu tiba.
Upaya Developer Blockchain untuk Cegah Kiamat Kuantum
Komunitas developer blockchain semakin waspada menghadapi ancaman komputer kuantum yang dapat mematahkan fondasi kriptografi modern. Di Bitcoin, Jameson Lopp bersama lima developer lain mendorong proposal QRAMP, sebuah mekanisme migrasi alamat tahan kuantum yang diajukan pada Juli 2025.
Para developer menekankan bahwa sekitar 4 juta BTC termasuk yang diyakini milik Satoshi rentan karena kunci publiknya sudah terekspos. Proposal ini membagi proses migrasi ke alamat baru P2QRH dalam tiga fase, mulai dari mendorong pengguna pindah secara sukarela hingga membekukan alamat lama setelah tenggat sekitar lima tahun.
Selama periode ini, ekosistem wallet, explorer, hingga penyedia infrastruktur diminta menyiapkan alat transisi. Pendekatan hibrida yang menggabungkan algoritma klasik dan pasca-kuantum juga mulai diuji, termasuk memanfaatkan Taproot untuk membuat wallet yang lebih tahan kuantum.
Ethereum bergerak dengan cara berbeda, menempatkan ketahanan kuantum sebagai bagian dari roadmap jangka panjang. Opsi skema tanda tangan seperti Lamport, XMSS, dan SPHINCS+ sudah dipertimbangkan, sementara opcode untuk bukti zk-STARK memberi jalan menuju mekanisme validasi berbasis hash yang aman dari serangan kuantum.
Vitalik Buterin memperingatkan bahwa kriptografi utama pada Ethereum dan Bitcoin bisa rapuh pada 2028, sehingga fase-fase seperti The Splurge diarahkan untuk menguji dan mengintegrasikan algoritma aman kuantum, termasuk pendekatan berbasis lattice. Tantangannya, skema tanda tangan BLS dan komitmen KZG yang kini dipakai cukup efisien namun sangat rentan. Ethereum 3.0 yang ditargetkan hadir pada 2027 diproyeksikan membawa standar baru seperti Winternitz dan zk-STARKs.
Beberapa proyek lain sudah lebih dahulu mengadopsi pendekatan aman kuantum. Starknet misalnya dibangun di atas bukti STARK yang berbasis hash, sementara Quantum Resistant Ledger menanamkan algoritma pasca-kuantum sejak genesis. Namun transisi berskala industri tidak sederhana. Penelitian menunjukkan upgrade penuh Bitcoin saja bisa menelan waktu lebih dari dua bulan pemrosesan nonstop, belum termasuk kendala jaringan dan kebutuhan mengganti hardware wallet lama.
Kendati demikian, dengan standardisasi algoritma pasca-kuantum dari NIST, industri kripto kini berpacu dengan waktu untuk memastikan jaringan tetap aman saat era kuantum benar-benar tiba


